Jumat, 25 Maret 2016

AL- KINDI Filosof Pertama dalam Sejarah Pemikiran Islam



Pada masa Dinasti Umayah memegang tampuk kekuasaan Khilafah Islamiyah, ada dua kota yang menjadi pusat (markaz) peradaban Islam, yaitu Bashrah dan Kufah. Hingga datangya kekuasaan Bani Abbas, dua kota tersebut tetap rnenjadi pusat kehidupan kebudayaan di seluruh dunia Islam,

Setelah para penguasa Daulah 'Ab-basiyah membangun kota Baghdad, pusat kebudayaan Islam pindah dari Bashrah dan Kufah ke kota yang baru tersebut. Sejak saat itu Baghdad menjadi pusat kekhalifahan di samping menjadi mercusuar kegiatan ilmiah dan peradaban. Kaum cendekiawan dan para ilmuwan dari berbagai penjuru dunia banyak yang datang ke Baghdad untuk mengabdikan dirinya dalam dunia ilmiah, baik dalam rangka melakukan riset, melaksanakan proyek terjemahan yang memang sedang berkembang pesat, maupun kegiatan ilmiah lainnya. Sehingga praktis, Baghdad menjadi pusat peradaban dunia.

Dalam suasana kehidupan politik dan pemikiran yang berkembang pesat itu, lahirlah sosok filosof Arab atau filosof Muslim Pertama dalam sejarah pemikiran Islam. Dialah Ya'qub ibn Ishaq AI-Kindi.

Riwayat Hidup

Abu Yusuf Yakub ibn Ishaq ibn al-Shabbah ibn Imran ibn Mu ibn al-Asy'ats ibn Qais al-Kindi, atau lebih populer dengan sebutan AI-Kindi adalah filosof Muslim pertama.

Ia lahir di Kufah sekitar 185 H (801 M) dari keluarga berada dan terpelajar. Kakek buyutnya, al-Asy'ats ibn Qais adalah salah seorang sahabat Nabi yang gugur bersama Sa'ad ibn Abi Waqash dalam peperangan antara kaum Muslimin dengan Persia di Irak. Sedangkan ayahnya, Ishaq bin al-Shabbah adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan AI-Mahdi (775-785 M) dan AI-Rasyid (786-809 M). Sekalipun sang Gubernur sibuk dengan kegiatan-kegiatan politiknya, ia memberi perhatian penuh terhadap pendidikan putra tersayangnya, dan dengan kekayaan yang dimiliknya ia memberikan fasilitas dan sekolah yang terbaik bagi putranya.

AI-Kindi memulai perjalanan intelektualnya dari tanah kelahirannya sendiri, yaitu Kufah, kemudian melanjutkan pendidikannya kc Bashrah, yang pada saat itu merupakan pusat kegiatan ilrnu pengetahuan dan tempat utama gerakan pemikiran dan filsafat. Di Bashrah ia mempelajari ilmu-ilmu keagamaan, matematika dan filsafat. Tetapi tampaknya ia begitu tertarik kepada filsafat dan ilmu pengetahuan, sehingga setelah ia pindah ke Baghdad ia mengabdikan seluruh sisa hidupnya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan filsafat.

Sejarah mencatat. AI-Kindi mengalami lima masa pernerintahan Daulah Abbasiyah - Al-Amin (809-813 M); Al-Ma'mun (813-833 M); Al-Mu'tashim (833-842 M); Al-Watsiq (842-847 M); dan Al-Mutawakkil (-861 M) - suatu masa kejayaan Dinasti Abbasiyah dan berkernbang pesatnya khazanah intelektual.

Di Baghdad - pusat pemerintahan Daulah Abbasiyah - inilah ketajaman intelektualnya semakin terasah dan karir intelektualnya pun berkembang pesat. Hal ini bermula dari perkenalannya dengan Al-Ma'mun, khalifah pada masa itu yang sedang rnenggalakkan kegiatan-kegiatan ilmiah berupa pengkajian ilmu pengetahuan, dan yang paling monumental adalah proyek penerjemahan secara besar-besaran di bawah naungan sebuah lembaga yang disebut dengan "Bayt al-Hikmah" (Pustaka Kebijaksanaan). Khalifah meminta AI-Kindi untuk terlibat aktif dalam lembaga tersebut, baik sebagai tenaga edukatif, maupun sebagai peneliti dan penerjemah. Bahkan ia diminta menjadi guru pribadi Ahmad, putra AI-Mu'tashim.

Tampaknya, AI-Kindi sangat menikrnati suasana intelektual pada saat itu. la menerjemahkan beberapa karya dan merevisi terjemahan orang lain, seperti teologi Aristoteles. Hal ini dimungkinkan karena Al-Kindi menguasai ajaran-ajaran Persia, Yunani, dan India, serta ia juga fasih berbahasa Ibrani, Yunani, dan Arab. Untuk mengalih-bahasakan istilah-istilah filosofis dan ilmiah tertentu yang ia temukan dalam karya-karya asing, ia menciptakan beberapa kata baru dalam bahasa Arab, seperti jirm untuk tubuh, thinah untuk materi, al-tawahum untuk irnajinasi, dan lain-lain.

Karena wawasannya yang luas tentang berbagai jenis ilmu pengetahuan, juga karena ia seorang Arab yang beragama Islam, dan tidak seperti orang lain yang memperoleh ilmu pengetahuan lewat karya-karya terjemahan, maka ia layak disebut sebagai "Filosof Arab" atau "Filosof Muslim" pertama.

Corak filsafat AI-Kindi tidak banyak diketahui karena buku-bukunya tentang filsafat banyak yang hilang. Baru pada zaman belakangan orang menemukan kurang lebih 20 risalah Al-Kindi dalam tulisan tangan. Mereka yang berminat besar menelaah filsafat Islam, baik kaum orientals maupun orang-orang Arab sendiri, telah menerbitkan risalah-risalah tersebut. Dengan demikian, orang mudah menemukan kejelasan mengenai posisi Al-Kindi dan paham filsafatnya.

Filsafatnya

1. Talfiq

AI-Kindi adalah orang pertama yang merintis jalan menuju keterpaduan (talfiq) dan kesesuaian antara filsafat (yang berasal dari Yunani) dan prinsip-prinsip ajaran agarna (Islam), sehingga melahirkan filsafat Islam.

Filsafat berlandaskan akal pikiran, sedang agama berlandaskan wahyu. Logika merupakan metode filsafat; sedangkan iman, yang merupakan kepercayaan kepada hakekat-hakekat yang disebutkan dalam Al-Quran, merupakan jalan agama.

Menurut AI-Kindi, filsafat adalah pengetahuan yang benar (knowledge of truth). Al-Quran yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya.

Dengan demikian, menurut AI-Kindi: orang yang menolak filsafat berarti mengingkari kebenaran. la mengibaratkan orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak beda dengan orang yang memperdagangkan agama, dan orang itu pada hakekatnya tidak lagi beragama karena ia telah menjual agamanya. "Siapa yang memperdagangkan agama berarti ia bukan orang beragama. Orang yang mengingkari usaha mengetahui hakekat sesuatu berhak untuk membebaskannya dari agama, sehingga ia disebut sebagai orang kafir". tegas al-Kindi.

Meskipun AI-Kindi berusaha memadukan antara filsafat dan agama, bukan berarti ia rnenafikan adanya perbedaan antara keduanya. Dalam karyanya Kamiyyah Kutub Aristoteles, AI-Kindi memaparkan tiga perbedaan mendasar antara filsafat dan agama sebagai berikut:

1. Filsafat termasuk ilmu humaniora
yang dicapai filsuf dengan berpikir dan belajar. Sedangkan agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati tingkat tertinggi karena diperoleh tanpa melalui proses belajar, melainkan diterirna secara langsung oleh para Rasul dalam bentuk wahyu.
2. Jawaban filsafat menunjukkan ketidakpastian (semu) dan memerlukan berpikir atau perenungan Sedangkan agarna lewat dalil-dalilnya yang dibawa Al Quran memberi Jawaban secara pasti dan meyakinkan dengan mutlak.
3. Filsafat menggunakan metode: logika, sedangkan agama mendekatinya dengan keimanan (pendekatan Imany).

Jadi, AI-Kindi adalah filosof Muslim pertama yang menyelaraskan antara agama dan filsafat. la melicinkan jalan bagi AI-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd. la memberikan dua pandangan berbeda. Pertama, mengikuti jalur ahli logika, dan memilsafatkan agama, dan kedua, memandang agama sebagai sebuah ilmu ilahiah, dan menempatkannya di atas filsafat. Ilmu ilahiah ini diketahui lewat jalur para nabi. Tetapi melalui penafsiran filosofis: agama rnenjadi selaras dengan filsafat.

2. Fisika

Dalam menguraikan pcrsoalan-persoalan fisika, AI-Kindi merujuk kepada dua filosof besar, yaitu Aristoteles dan Plato. Dalam beberapa risalahnya tentang fisika, terlihat jelas corak Aristoteles dan Platonisme mewarnai cara berpikirnya. AI-Kindi mengikuti cara berpikir kedua filosof tersebut dengan jalan memilih dan menggabungkannya.
Mengenai alam. AI-Kindi berpendapat bahwa alam ini mempunyai 'illat ula (the First Cause), yaitu Tuhan. Tuhan, menurut AI-Kindi, menjadikan alam dari tiada menjadi ada (creatio ex nihiio). Tuhan tidak hanya menjadikan alam, tetapi jugn mengendalikan dan mengaturnya, serta menjadikan sebagiannya menjadi sebab bagi sebagian yang lain. Dengan demikian alam yang awalnya tidak ada menjadi ada, tidak dapat dikatakan qadim menurut Al-Kindi.

AI-Kindi juga menyebutkan bahwa di dalam alarn ini terdapat bermacam-macam gerak, antara lain gerak kejadian. Adapun sebab (Ulat) gerak, yaitu apabila terhimpun empat sebab sebagaimana disebutkan oleh Aristoteles, yaitu; 1) sebab unsur (iliat unshuriyyah; material cause), 2) sebab bentuk (itlat shuriyyah; form cause). 3) sebab pencipta (iliat fa'ilah; moving cause), baik yang bersifat dekat maupun jauh, 4) sebab tujuan (iliat ghayah; final cause).

Tentang baharunya alam, AI-Kindi berbeda pandangan dengan Aristoteles. Jika Aristoteles tidak mernbenarkan bahwa alam itu tercipta dari tidak ada sama sekali menjadi ada, karena hal ini mengharuskan adanya sesuatu sebagai tempat berlangsungnya gerak, maka AI-Kindi mengatakan bahwa penciptaan (ibda', kejadian dari tidak ada sama sekali) bagi benda bersamaan dengan geraknya.

3. Metafisika

Dalam beberapa risalahnya, antara lain risalah yang berjudul Fi al-Falsafah al-Ula (tentang Filsafat Pertama), dan Fi Wah-daniyatillah wa Tanahi Jirm al- 'Alam (tentang Keesaan Tuhan dan Berakhirnya Benda-benda Alam), Al-Kindi rnenguraikan panjang lebar tentang persoalan metafisika. Pembicaraan dalam soal ini meliputi hakekat Tuhan, wujud Tuhan dan sifat-sifat Tuhan.

Berbicara masalah ketuhanan, bagi Al-Kindi, Tuhan adalah wujud yang sempurna, wujud yang haq (benar) dan tidak didahului oleh wujud lain. Wujud Tuhan tidak berakhir, sedangkan wujud lain disebabkan oleh wujud-Nya. Tuhan adalah Maha esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyamai-Nya dalam segala hal.

Tuhan hanya satu dan tidak ada yang serupa dengan Tuhan. Ia adalah al-Haq al-Awwal dan al-Haq al-Wahid. Ia semata-mata satu. Hanya Ia-lah yang satu, selain dari Tuhan mengandung arti banyak, Pendapat AI-Kindi yang memandang pembahasan mengenai Tuhan sebagai bagian filsafat yang paling tinggi kedudukannya, sama dengan pendapat Aristoteles dalam bukunya Metaphysica, yang di kalangan ilmuwan Arab disebut Kitab al-Huruf. Perbedaan yang sangat mendasar antara pendapat AI-Kindi dan Aristoteles tentang Tuhan adalah, jika Aristoteles menyebut Tuhan sebagai "Penggerak Yang Tidak Bergerak" (Unmovable Mover), sementara Al-Kindi menyebut Tuhan sebagai "Pencipta Yang Menguasai segala ciptaan-Nya", bukan Penggerak Pertama sebagaimana pendapat Aristoteles.
Karenanya pula, Tuhan bersifat azali, yaitu Zat yang sama sekali tidak bisa dikatakan pernah tidak ada, atau tergantung pada "Sebab", melainkan Zat yang ada dan wujud-Nya tidak tergantung pada lain-Nya,

Kesimpulannya ialah bahwa Tuhan adalah Sebab Pertama (The First Cause), di mana wujud-Nya bukan karena sobab yang lain, la adalah Zat yang menciptakan, tetapi bukan diciptakan. la adalah Zat yang menyempurnakan, tetapi bukan disempurnakan.

4. Jiwa dan Akal

Menurut Al-Kindi, jiwa tidak tersusun, namun mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia. Substansi jiwa berasal dari Tuhan. Hubungan jiwa dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, llahiah, terpisah dan berbeda dari tubuh. Jiwa atau ruh tidak pernah tidur, hanya saja ketika tubuh tertidur, ia tidak menggunakan indera-inderanya. Dan bila disucikan, ruh dapat melihat mimpi-mimpi luar biasa dalam tidur dan dapat berbicara dengan ruh-ruh lain yang telah terpisah dari tubuh-tubuh mereka.

Argumen yang dikemukakan AI-Kindi tentang perbedaan ruh dengan badan adalah bahwa ruh menentang keinginan hawa nafsu dan sifat pemarah. Dengan demikian jelas bahwa yang melarang tidak sama dengan yang dilarang, Dengan pendapat Al-Kindi tersebut, ia lebih dekat kepada pemikiran Plato daripada Aristoteles. Aristoteles mengatakan bahwa jiwa adalah baharu, karena jiwa adalah form bagi badan. Form tidak bisa tinggal tanpa materi, keduanya membentuk satu kesatuan esensial, dan kemusnahan badan membawa pada kemusnahan jiwa.

Sedangkan Plato berpendapat bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan accidental dan temporer. Binasanya badan tidak mengakibatkan lenyapnya jiwa, Namun demikian, Al-Kindi tidak setuju dengan pendapat Plato bahwa jiwa berasal dari alam ide. Lebih jauh, AI-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya, yakni: 1) daya bernafsu (appetative faculty); 2) daya pemarah (irascible faculty); 3) daya berpikir (cognitive faculty). Daya yang ketiga (daya berpikir) inilah yang disebut dengan akal.

Jiwa atau ruh selama berada dalam badan tidak akan memperoleh kesenangan yang sebenarnya dan pengetahuannya tidak sempurna. Hanya setelah bercerai dengan badan, ruh akan memperoleh kesenangan yang hakiki dan pengetahuan yang sempurna. Setelah berpisah dengan badan, ruh pergi ke Alam Kebenran atau Alam Akal di atas bintang-bintang, di dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat "melihat" Tuhan. Di sinilah letak kesenangan abadi dari ruh.

Di sini terlihat bahwa AI-Kindi tidak percaya pada kekekalan hukum terhadap jiwa, tetapi meyakini bahwa pada akhirnya jiwa akan memperoleh keselamatan dan naik ke Alam Akal. Kendatipun bagi AI-Kindi jiwa adalah qadim, namun kegaoYmannya berbeda dengan qaoYmnya Tuhan. Qa-dimnya jiwa karena diqaoYmkan oleh Tuhan.

5. Moral

Filsafat moral AI-Kindi dipengaruhi oleh tradisi Stoa (hidup bahagia). Inti dari filosofi Sfoa adalah etik. Maksud etik adalah mencari dasar-dasar umum untuk bertindak dan hidup yang tepat. Kemudian melaksanakan dasar-dasar itu dalam kehidupan. Kaum Sfoa berpendapat, bahwa tujuan hidup yang tertinggi adalah memperoleh "harta yang terbesar nilainya", yaitu kesenangan hidup atau kebahagiaan hidup. Kemerdekaan moral seseorang adalah dasar segala etik kaum Sfoa.

Menurut Al-Kindi, filsafat harus mem-perdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa seorang filosof wajib rnenempuh hidup susila. Manusia harus menjauhkan diri dari keserakahan. AI-Kindi mengecam para ulama yang memperdagangkan agama (tijarat bi al-din) untuk tnemperkaya dirinya. AI-Kindi memuji Socrates sebagai contoh zahid (asket). Sebagai filosof, AI-Kindi khawatir, kalau-kalau syariat kurang menjamin perkembangan kepribadian seseorang secara wajar, karena itu ia menawarkan akhlak, sebagaimana dilakukan oleh kaum Stoa dan Socrates, sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan hidup.

Karya-karyanya

Al-Kindi adalah salah seorang filosof Muslim yang produktif dalam menghasilkan berbagai macam karya ilmiah. Diperkirakan karya yang pernah ditulis Al-Kindi dalam bcrbagai bidang tidak kurang dari 270 buah. Karyanya dalam bidang filsafat antara lain:

1. Kitab al-Kindi ila al-Mu 'tashim Biilah fi al-Falsafah al-Ula (tentang filsafat pertarna);
2. Risalat al-Kindi fi Hudud al-Asyya' wa Rusumiha (tentang definisi benda-benda dan uraiannya);
3. Risalat al-Kindi ila 'AH ibn al-Jahm fi Wahdaniyatiliah wa Tanahi Jirm al-'Alam (tentang keesaan Allah dan berakhirnya benda-benda Alam)
4. Kitab al-Falsafah al-Dakhilat- wa al-Masail al-Manthiqiyyah wa al-Muq-tashah wa ma Fawqa al-Thabi'iyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah-masalah logika dan muskil, serta metafisika);
5. Kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah ilia bi 'llmi a!-Riyadhiyyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan
matematika);
6. Kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud Aristoteles dalam kategori-kategorinya)
7. Kitab fi Ma 'iyyah al- 'llm wa Aqsamihi (tentang sifat ilmu pengetahuan
dan klasifikasinya);
8. Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-substansi tanpa badan);
9. Kitab fi Ibarah a!-Jawami' ai-Fikhyah (tentang ungkapan-ungkapan me-
ngenai ide-ide komprehensif);
10. Risaiah fi al-lbanah an al-lilat al-Fa'iiat ai-Qaribah II al-Kawn wa al-Fasad (tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusakan);
11. Risalah al-Hikmiyyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tulisan filosofis tentang rahasia-rahasia spiritual).

Penutup

Ketika Dinasti Abbasiyah diperintah oleh AI-Mutawakkil, mazhab Asy'ariyah dijadikan sebagai mazhab resmi negara. Suasana ini kemudian dimanfaatkan oleh kelompok yang anti filsafat. Atas hasutan Ahmad dan Muhammad, dua bersaudara putra. Musa ibn Syakir, AI-Mutawakkil memerintahkan agar Al-Kindi didera dan perpustakaannya yang bernama "Kin-diyah" disita. Tetapi tidak lama kemudian perpustakaannya dikembalikan kepada pemiliknya.

Menjelang akhir abad ke-19 M, sang "filosof dari Arab" ini meninggal dunia. Mengenai kepastian tahun wafatnya, ada beberapa informasi yang berbeda. Louis Massignon mengatakan bahwa Al-Kindi wafat sekitar 246 H (860 M). C. Nallino menduga tahun 260 H (873 M), dan T.J. de Boer menyebut 257 H (870 M}. Adapun Musthafa Abd al-Raziq (mantan Rektor Al-Azhar) mengatakan tahun 252 H (866 M). dan Yaqut al-Himawi menyebutkan setelah berusia 80 tahun atau Icbih sedikit.

* Penulis adalah Peminat Kalian Fiisafal Islam, Alumnus UIN Syarit Hidayatullah, Jakarta. Didi Junaedi

Tidak ada komentar:

_Resolusi_

     Menjelang akhir tahun ini setiap orang pasti memiliki resolusi, ya memang resolusi ini dianggap penting apalagi pada moment-moment saat...