Begitu berartinya sebuah kepemimpinan, ia
mengajariku akan banyak hal dalam kehidupan. Bicara tentang kepemimpinan, aku
teringat kisah pada masa Rosulullah ﷺ saat dimana beliau hendak menghembuskan nafas
terakhirnya, para sahabat disekelilingnya benar-benar gelisah tentang siapa
yang hendak menggantikan kepemimpinan rosulullah ﷺ.
Betapa khawatirnya mereka apabila umat islam ini hidup dalam ketiadaan
kepemimpinan. Sungguh mereka tidak akan pernah rela sedetikpun umat ini hidup
tanpa seorang pemimpin atau dalam islam disebut khalifah.
Masyaallah... betapa urgentnya kepemimpinan dalam islam. Ia bak urat nadi kehidupan kaum muslimin. Yang tanpa detakannya berarti tiada. Mungkin aku terlalu berlebihan dalam mendefinisikan, namun memang itulah fakta yang terjadi jika kita membaca sejarah terdahulu. Betapa para sahabat gusar dan terus menerus mengadakan rapat tentang siapakah orang yang pantas menggantikan Rosulullah ﷺ. Rasanya mustahil ada manusia seperti beliau, namun bagaimanapun juga para sahabat terus mengupayakan hal itu, dan mencari-cari calon pemimpin yang pantas menggantikan Rosulullah ﷺ.
Siapa
yang menyangka bahwa besan Rosulullah sendirilah yang pantas menggantikan posisi
beliau. Ya, dialah Abu Bakar sosok setia sahabat Rosulullah ﷺ. Orang yang senantiasa menemani Rosulullah ﷺ hijrah. Orang yang setia menemani disaat duka dan lara. Itulah sosok
agung yang para sahabat memba’iat untuk menjadi pimpinan kaum muslimin.
Kepemimpinan
adalah sunnah kehidupan, katika ada seorang pemimpin, berarti ada juga yang
dipimpin. Dan dalam roda kehidupan ini pasti kita akan merasakan keduanya. Oleh
karenanya kita bisa lebih bijaksana dalam menyiasati kehidupan, ketika kita
menjadi seorang pemimpin maka jadilah pemimpin yang berjiwa lapang dan sabar. Karena
hakikatnya apa-apa yang kita pimpin adalah sebuah tanggung jawab besar fiddunyaa
wal akhirah.
Ingatlah
selalu, dunia ini adalah ladang ujian. Jadikanlah setiap ujian yang menerpa
diri kita sebagai pundi-pundi amal sholih untuk kehidupan kita selanjutnya. Karena
kelak tak akan ada lagi hal yang dibanggakan menjadi seorang pemimpin. Yang ada
hanyalah habisnya amalan-amalan kita disebabkan kedzaliman-kedzaliman yang kita
perbuat ketika kita memimpin.
Untuk
itu hendaknya ketika menjadi seorang pemimpin menyiapkan hati yang ikhlas dan
jiwa yang tangguh untuk menghadapi segala rintangan-rintangan yang akan kita
hadapi selanjutnya. Jadilah pemimpin yang melayani rakyatnya bukan malah
menyusahkan rakyatnya. Pemimpin itu Pelopor kebaikan! Jadi apa-apa yang kita
perintah hendaknya kitalah yang harus terlebih dahulu melakukannya. Sebagaimana
kisah Rosulullah ﷺ mengeluhkan kepada
istrinya Ummu Salamah tentang sikap para sahabat yang enggan mengerjakan
apa-apa yang beliau perintahkan (mencukur dan menyembelih kambing). Namun,
berkat ide briliant dari seorang istri yang cerdik memerintahkan agar
Rosulullah mencukur rambutnya dan menyembelih kambingnya terlebih dahulu. Ternyata
ketika beliau keluar rumahnya, tanpa bicara sepatah katapun beliau mencukur
rambutnya kemudian menyembelih seekor kambing. Sontak seketika para sahabat
mngikuti apa-apa yang beliau kerjakan. Subhanallah... inilah kekuatan PERBUATAN
dibandingkan hanya sekedar PERKATAAN.
Kisah
diatas merupakan kisah yang harus menjadi rujukan setiap para pemimpin. Ingatlah...
bahwa meskipun kalian telah melakukannya namun tidak ada seorangpun yang peduli
apalagi mengikutinya, tapi hakikatnya mata hati mereka melihat dan mengingat
akan hal itu. dan itu menjadi hal yang tidak akan pernah mereka lupakan. Sebab keteguhan
dan kebenaran perkataan itu dinilai dari seberapa teguhnya ia melakukan apa
yang ia katakan. Wallahu a’lam bis showab