Dalam Islam disyari’atkannya pernikahan bukan hanya tentang
berlanjutnya anak keturunan manusia saja, tapi lebih dari sekedar itu, yaitu
pewarisan visi dan misi kedua orang tuanya demi tegaknya dienul islam secara
berkesinambungan di muka bumi ini.
Maka syari’at Islam memberikan banyak sekali rambu-rambu dalam
pernikahan. Salah satu standarnya adalah keshalihan kedua orang tua. Karena
jika hamba tersebut shalih maka ia tidak akan membuat kerusakan di muka bumi
ini. Namun, bagi para generasi pemimpin dan perwira, memandang pernikahan bukan
hanya sekedar itu, bukan hanya melahirkan generasi-generasi yang baik saja,
namun melahirkan para perwira dan ksatria yang memegang tali kendali umat
Islam, dan sebagai pengawal tegaknya dienul Islam di muka bumi.
Pernikahan adalah sebuah pilihan dalam hidup dan tidak ada paksaan
dalam pernikahan kecuali untuk mendatangkan maslahat maupun menghindari
madharat. Namun Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat
menganjurkan umatnya agar menikah dan jangan sampai meninggal dalam keadaan
belum menikah. Itulah sebabnya di balik anjuran tersebut, ada banyak hikmah dan
kebaikan baik bagi individu maupun pada umat muslim seluruhnya.
Menikah juga bukan tentang siapa cepat ia dapat, tapi siapa yang
lebih matang dalam persiapannya maka ialah yang dinyatakan benar-benar siap.
Menikah bukan karena tren teman-teman pada nikah, bukan juga paksaan orang tua,
bukan karena tidak lagi lanjut kuliah dan sebagainya. Tapi pernikahan adalah
ibadah sepanjang hidup yang di dalamnya terdapat pertanggung jawaban yang
sangat besar yang kelak akan ditanyakan di akhirat.
Pernikahan juga mitsaqan ghalizho lho, yaitu sebuah
perjanjian yang luar biasa berat. Yang tanpa pertolongan Allah niscaya setiap
manusia tak akan sanggup memikulnya. Jadi teman-teman pernikahan itu urusan
langit, maka serahkanlah semuanya pada Sang Penguasa Langit. Tugas kita hanya
membumikan ikhtiar. Wallahu a’lam
bishowab