a. Salaf dan Khosyyah mereka
kepada Allah :
Sahabat :
Dari Abdullah
bin Dinar berkata : Saya pergi bersama Ibnu Umar ke Makkah, ditengah
perjalanan, kami berhenti sebentar untuk untuk istirahat. Tiba-tiba ada
seseorang anak gembala turun dari bukit menuju kearah kami, Ibnu Umar bertanya
kepadanya ; Apakah kamu penggembala, ya ...jawabnya. Lanjut Ibnu Umar lagi ;
Juallah kepada saya seokor kambing saja (ibnu mar ingin mengetahui
kejujurannya) penggembala menjawab :
Saya bukan pemilik kambing-kambing ini, saya hanyalah hamba sahaya. Katakan saja pada tuanmu, bahwa ia dimakan
srigala, kata Ibnu Umar membujuk. Lalu dimanakah Allah Azza wa-Jalla ? jawab
penggembala mantap (Ibnu Umar bangga dengan jawaban penggembala) dan berguman ;
ya, benar dimanakah Allah ? Kemudian beliau menangis dan dibelinya hamba sahaya
tadi lalu dimerdekakan. (Thabrani rijalnya Tsiqqoh. III/216)
Dari Salm, bin
Qosyier, bahwasanya Abu Huroiroh menangis dikala sakit. Ditanyakan kepadanya,
apa yang membuat anda menangis, ? beliau menjawab : Aku bukan menangis terhadap
dunia kalian ini, tetapi karena jauhnya perjalanan, sedangkan bekalku sedikit.
Aku akan berjalan mendaki, lalu turun menuju Jannah atau turun menuju neraka.
Aku tidak tahu mana yang akan kutuju. (II/625)
Tabi'in :
Sa'id bin Jabair
berkata : Sesungguhnya khasyah itu adalah engkau takut kepada Allah, sehingga
rasa takutmu itu menghalangimu dari kemaksiyatanmu. Khasyah dan dzikir adalah
bentuk ketaatan kepada Allah. Barang siapa taat kepada Allahmaka ia telah
berdzikir kepadaNya dan barang siapa yang tidak taat kepadaNya bukanlah seorang
pedzikir, walaupun ia memperbanyak tasbih dan tilawah Qur'an. [IV/326]
Dari Mughirah
bin Hakim telah berkata Fatimah putri Umar bin Abdul Aziz bahwasanya dia lebih banyak
shalat dan berpuasa daripada manusia pada waktu itu, saya tidak pernah melihat
seseorang yang takut kepada rabbnya selain dari Umar bin Abdul Aziz. Adalah
beliau bila shalat Isya' beliau duduk didalam masjid kemudian beliau mengangkat
kedua tangannya lalu beliau menangis terus-menerus sehingga kedua matanya
bengkak, lalu beliau masih meneruskan do'anya seraya menengadahkan tangannya
dan menangis sampai bercucuran air matanya. Yang seperti itu dia lakukan terus
menerus setiap malamnya lantaran takutnya kepada Allah. [V/137]
Abu Sulaiman
ad-Dary berkata : Ia (Atha' as-Sulaimy) sangan takut kepada Allah, dia tidak
menanyakan jannah tapi menanyakan pengampunan. Dikatakan, adalah dia jika
menangis, menangis selama tiga hari tiga malam. (VI/87)
Atha’ al-Khaffaf
berkata : Tidaklah aku bertemu dengan Sufyan ats-Tsaury kecuali dalam keadaan
selalu menangis. Aku bertanya, apakah penyebabnya, ? Ia menjawab : Saya sangat
takut jika di lauhil mahfudl saya tertulis dalam golongan orang-orang yang
celaka. (VII/266)
Dari asy-Sya’by
: Adalah Sulaiman bin Abdul Malik (Amirul Mukminin sebelum Umar bin Abdul Aziz)
menunaikan haji bersama Umar bin Abdul Aziz, tatkala beliau melihat rakyatnya
berjubel dihari raya haji itu, beliau berkata kepada Umar bin Abdul Aziz;
Apakah engkau tidak melihat orang-orang itu yang tidak ada yang mengetahui
jumlah mereka kecuali Allah semata, dan tidak ada yang mencukupi rizki mereka
kecuali Allah juga. Umar bin Abdul Aziz menimpali,Wahai Amirul Mukminin, hari
ini mereka adalah rakyat anda, dan besok dihari qiamat mereka adalah
musuh-musuh anda disisi Allah. Mendengar hal itu Sulaiman bin Abdul Malik
menangis keras dan berkata : Hanya kepada Allhlah aku meminta pertolongan. (Al
Bidayah IX/187)
Qeis bin
Muhammad berkata : Setiap sore adl-Dlohhak menangis. Maka ia ditanya tentang
hal itu. Jawabnya : Aku tidak tahu, adakah diantara amal-amalku hari ini ada
yang diterima olehnya. (IV/600)
Tabi’ut
Tabi’in :
Abu Abdurrahman
al-Asady berkata : Aku bertanya
kepada Sa’id bin Abdil Aziz : Kenapa anda
menangis dalam didalam shalat, Beliau menjawab : Wahai anak saudaraku, untuk
apa anda bertanya seperti itu ? Aku menjawab : Semoga Allah memberi manfaat
darinya. Beliau berkata : Aku tidak berdiri melakukan shalat, kecuali
seolah-olah aku berada di Jahannam. (VIII/31)
al-Qosim bin
Muhammad : Kami pergi safar bersama Ibnul Mubarak. Aku selalu bertanya dalam
hati, Apa kelebihan orang ini yang menyebabkannya sangat terkenal. Kalau dia
sholat, kami juga sholat. Kalau dia shoum, kami juga shoum. Kalau dia berperang,
kami juga berperang. Kalau dia pergi haji, kami juga melakukan hal yang sama.
Ia berkata : Pada suatu saat, ditengah perjalanan ke Syam, kami makan malam
disebuah rumah. Kebetulan lampu padam. Sebagian dari kami berdiri (masuk kamar)
untuk menyalakan lampu. Tidak lama kemudian ia datang dengan lampu menyala.
Saya melihat kepada Ibnul Mubarak, ternyata janggutnya telah basah dengan air
mata. Aku berkata dalam hati : Dengan khasyah ini, rupanya beliau lebih baik
dari pada kami. Mungkin ketika lampu padam, ruangan jadi gelap gulita, beliau
iangat hari kiamat. (Sifatus-Sofwah IV/129)
b. Salaf dan Ketawadlu’an
mereka
Sahabat :
Dari Ghudloif
bin al-Harits (Sighorus-shohabat) Beliau mendengar Umar ra berkata :
Sebaik-baik orang adalah Ghudloif. Setelah itu saya berjumpa dengan Abu Dzar
al-Ghifary. Kata beliau, Abu Dzar berkata : Wahai saudaraku, mintakanlah ampun
kepadaku. Saya menjawab, tidak. Andalah termasuk kibar sahabat Rasulullah saw.
Andalah yang lebih berkhak memintakan ampun untukku. Tidak, sebab saya pernah
mendengar perkataan Umar, sebaik-baik pemuda adalah Ghudloif dan Rasulullah pun
pernah bersabda : Sesungguhnya Allah ... ....melalui lesan Umar dan hatinya.
(HR. Ahmad. disahihkan al-Hakim dan disepakati adl-Dzahaby. Shahih. Abu Dawud
Ibnu Majah. Siyar /454)
Ali ra
berkata : Tidak ada orang yang tegar
dijalan Allah (beramar ma'ruf dan nahi munkar) tidak peduli dengan celaan para
pencela selain Abu Dzar, dan tidak juga saya ...(II/63)
Tabi'in :
Yunus bin Bukair
dari Ibnu Ishaq berkata ; "Saya telah melihat al-Qasim bin Muhammad sedang
shalat. Ketika itu datanglah kepada beliau seseorang dari kampung, lalu dia
berkata ; M<anakah yang lebih pandai kamukah (seraya menunjuk ke al-Qasim)
atau Salim, ? Maka jawab beliau ; Maha suci Allah seluruhnya akan menjadikan
kamu menjadi baik dengan ilmu itu. Lalu dia berkata ; Mana diantara kamua yang
lebih pinter ? . Jawab beliau : Maha suci Allah. Lalu diulanginya jawaban
tersebut dan kata beliau ? IOtu Salim telah datang. Pergilah kamu menemuhinya
dan bertanyalah kamu kepadanya !. Maka Diapun kemudian berdiri menuju ketempat
Salim. Berkata Ibnu Ishaq, Beliau enggan menyebutkan : Saya lebih pandai, demi
kesucian dirinya (keikhlasan) Sedangkan enggan menyebutkan Salim lebih tahu
dari aku karena ia takut terjerembab kedalam kebohongan. Sebenarnya al-Qasim
dialah yang lebih pandai daripadanya. (Salim) V/56
Syaqiq bin Jamal
pernah ditanya ; Siapakah yang lebih besar, anda ataukah Rabi'
bin Khutsain? Ia menjawab ; Aku lebih besar darinya dari segi umur dan dia lebih
besar dariku akalnya. [IV/
Tabi’ut
Tabi’in :
Seorang bertanya
kepada Yusuf bin Asbath ; Apakah puncak tawadlu’ itu ? Ia menjawab : Jangan
kamu bertemu dengan seorang kecuali kamu lihat ia mempunyai keutamaan yang
tidak kamu miliki. (IX/170)
Berkata Hasan :
Ketika Abdullah bin Mubarak berada di Kufah dibacakan kepadanya kitab manasik
haji, ketika sampai pada suatu masalah disebutkan, Dari Abdullah bin Mubarak,
dan pendapat ini yang kami ambil .... Beliau berkata : Siapa yang menulis ini
dari pendapatku ? Maka beliau mulai menghapus dengan tangannya sampai beliau
kembali mengajar. Beliau berkata : Siapa aku ini, hingga ditulis pendapatku.
(Sifat IV/122)
c. Salaf dan kezuhudan
mereka terhadap dunia.
Sahabat :
Dari Jabir RA. ;
Kami telah berhijrah bersama Rasulullah saw demi mencari ridla Allah ta'ala dan
tertulislah pahala disisihNya. Akan tetapi sebagian dari kami telah kami ke
hadliratNya, sedang belum menikmati sedikitpun balasan (dunia)nya. diantara
mereka adalah Mus'ab bin Umairra yang syahid pada perang Uhud, sedang tidak ada
(kafan) kecuali sehelai kain woll, bila kami tutupkan kemukanya terbukalah
kakinya, dan jika kami tutupkan ke kakinya, tampaklah wajahnya. Lalu Rasulullah
saw bersabda : Tutuplah kepalanya dan taruhlah dikedua kakinya, rerumputan..
(Bukhari-Muslim) I/146
Ketika Khalofah
Umar bin Khattab Ra mengadakan inspeksi ke Syam, ia ditemui oleh para pemimpin
dan pembesar pasukannya. Beliau bertanya ; Dimanakah saudaraku Abu Ubaidah ?.
Maka datanglah Abu Ubaidah RA mengendarai seekor unta dan memberi salam
padanya, lalu memerintah kepada pasukannya, Tinggalkanlah kami (berdua).
Kemudian keduanya berjalan-jalan hingga sampai di kediaman Abu Ubaidah ra. Keduanya turun dan (masuk kedalamnya), akan
tetapi tidak didapatkan dirumahnya kecuali hanya pedang, tameng dan
perlengkapan kudanya. Maka Umar bin Khattab berkata : akenapa tidak engkau
ambil suatu barang (lainnya) ? {I/16}
Dari Nu'man
bin bin Hamid : Saya menemui Salman
ra bersama pamanku, sedangkan Salman
sedang menganyam daum kurma. Saya mendengar beliau berkata : Saya membeli
bahannya satu dirham,kemudian saya anyam, lalu saya jual dengan tiga dirham.
Satu dirham saya gunakan untuk modal, satu dirham sebagai nafkah keluargaku,
dan satu durham
saya sedekahkan. Seandainya Umar ra melarangku aku tidak akan berhenti dari
pekerjaan ini. {I/547} Padaha gaji Salman 5000 dirham dan diinfakkan.
Sam’an at-Taimy
berkata : Ali bin Abi Thalib telah keluar dengan pedangnya pergi kepasar lalu
beliau berkata : Siapa yang akan membeli pedangku ini, kalaulah aku mempunyai
empat dirham untuk membeli kain sarung, niscaya aku tidak menjual pedangku ini.
Muksam berkata dari Ibnu Abbas : Ali telah membeli baju gamis dengan harga tiga
dirham sedang pada waktu itu beliau menjadi khalifah. Lalu beliau memotong
ujung lengannya seraya berkata : Al-hamdulillah inilah tempat pakaian yang
menjadi kemewahan. (Bidayah IV/4)
Dari Tsabit,
dari Anas ra berkata : Sa’ad ra dan Ibnu Mas’ud ra menemui Salman ketika beliau
akan wafat, lalu ia menangis. Ketika ditanya, kenapa anda menangis ? Ia
menjawab : Sebuah janji Rasulullah saw terhadap kami, sedang kami tidak mampu
menetapinya. Beliau saw bersabda : ليكن Hendaklah dunia
seseorang diantara kamu, seperti perbekalan seorang musafir. Tsabit berkata :
Saya mendengar harta peninggalan Salman ra dua puluh dirham lebih sedikit.
(I/553)
Tabi'in :
Abu Ja'far
al-Baqir (Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali) berkata ; Barang siapa hatinya
dimasuki oleh sesuatu yang murni dari dien Allah, hatinya tidak akan sempat
berpaling kepada yang lain dari urusan dunia, dan itu tidak akan terjadi.
Apalah dunia selain kendaraan yang kunaiki, baju yang kukenakan atau wanita yang
kunikahi.. [IV/405]
Dari Maslamah
bin Abdul Malik berkata ; Saya telah masuk ke kamar Umar bin Abdul Aziz,
sedangkan baju gamisnya kotor, maka aku katakan kepada anaknya yaitu saudara
Maslamah, cucikanlah pakaian dia itu, ia menjawab ; ya, kami akan kerjakan.
Lalu akupun kembali ke rumah Umar bin Abdul Aziz namun aku temui baju beliau
sebagaimana semula (kotor), maka aku katakan kepadanya, cucilah pakaian Umar
bin Abdul Azizi itu, jawabnya ; Demi Allah Sungguh dia hanya memiliki satu baju
gamis saja (yang dipakai). V/134
Dan sesungguhnya
Umar bin Abdul Aziz berkata kepada istrinya ; Apakah kamu memiliki uang untuk
membeloi buah anggur, ? ia menjawab ; tidak. ia berkata lagi ; apakah kamu
meiliki uang, Ia menjawab ; tidak. Bukankah kamu Amirul Mukminin ? Kenapa kamu
tidak memiliki harta sedikitpun ? Beliau berkata, sungguh hal tersebut akan
sangat memudahkan seseorang tergelincir kedalam jahannam. [V/187]
Berkata Abdullah
bin Abi Zakariya; Saya belum pernah memegang harta satu dinarpun, tidak pula
satu dirham dalam hidupku ini, dan belumlah aku membeli sesuatu untuk
kesenangan dunia inipun sekalipun, akan tetrapi aku hanya menjual sesuatu dalam
hidupku sekali saja. [
V/287]
Sufyan
ats-Tsaury : Zuhud itu bukan dengan makanan yang keras (murah) atau baju yang
lusuh, akan tetapi zuhud adalah pendeknya angan-angan dan selalu mengingat
mati. (VII/243)
Imam Ahmad
ditanya tentang seseorang yang memiliki harta 1000 dinar, adakah dia termasuk
orang zuhud ? Beliau menjawab : Ya, dengan syarat, hendaklah tidak gembira jika
bertambah dan tidak sedih jika berkurang. (Madarijus-Salikin II/11)
Hasan al-Basry
berkata : Demi Allah, tidaklah aku heran terhadap sesuatu sebagaimana heranku
pada seseorang yang menganggap bahwasannya mencintai dunia bukan termasuk
dosa-dosa besar. Sedangkan Allah mengatagorikan mencintai dunia termasuk dari
dosa-dosa besar. Lalu apakah mereka akan beribadah kepada Allah, dan bersama
itu mereka mencintai dunia ? Apakah mereka tidak dikatakan, mengibadahi berhala
? Bukankah bermaksiyat kepada Allah adalah sebab dari cinta dunia ? Maka orang
yang bijak pasti tidak memisahkannya. Tidak merusak untuk bertaqorrub
kepada-Nya. Dan tidak pula dia segan untuk meninggalkannya (dunia) (Hilyatul
Auliya’ : VI/13, Siyaru A’lam, VII/259)
Abu wa’il ra
(kun-yah Sayaqiq bin Salamah) mempunyai gubuk dari bambu. Ia tinggal disana
bersama kudanya. Apabila ia berangkat berperang, ia cabut gubuk itu dan ia
sedekahkan. Lalu jika ia pulang, ia membuat lagi gubuk yang baru. (IV/ )
Tabi’ut
Tabi’in :
Muhammad bin
al-Mutsanna berkata : Dari Basysar, jika salah seorang mencintai dunia, sungguh
ia tidak menintai mati. Barang siapa zuhud terhadap dunia, pasti dia mencintai
untuk bertemu dengan kekasihNya. (X/446)
d. Salaf dan kezuhudan
mereka terhadap kepemimpinan
Sahabat :
Suatu ketika
Utsman bin Affan sakit, beliau memanggil Humran dan berkata : Tulislah ‘Ahd
untuk Abdurrahman sepeninggalku untuk menjadi Khalifah. Maka Humran menulis dan
bersegera menemui Abdurrahman. Ia berkata : Kabar gembira. Abdurrahman bertanya
: Apakah itu ? Humran menjawab : Sungguh Utsman telah menulis janji untuk anda
sepeninggalnya. Maka Abdurrahman berdiri diantara kubur dan mimbar Nabi saw
berdo’a : Ya Allah, kalaulah ini pengangkatan dari Utsman untukku, maka
cabutlah nyawaku sebelum Engkau cabut nyawanya. Maka tak lebih dari enam bulan
berlalu, Abdurrahmanpun wafat. (I/88)
Tabi’in :
Berkata Ibnu
Uyainah : Telah memberitahukan kepadaku dari seseorang yang yang berperang di
Dabiq. Ketika itu manusia berkumpul dalam peperangan, maka meninggallah
Sulaiman di daerah Dabiq tersebut, lalu pulanglah Raja' Ibnu Haiwah teman dalam kepemerintahannya.
Kemudian dia keluar untuk menemuhi manusia dan menghabarkan kepada mereka, atas
kematian Sulaiman. Lalu dia naik keatas mimbar, ia berkata ; Sesungguhnya
Amirul mukminin telah meninggalkan surat
wasiyat dan telah menetapkan satu keputusan, maka saya umumkan kematian beliau.
Lalu apakah kalian akan mendengar dan
ta'at, mereka menjawab ; ya. Kami akan mendengar dan ta'at. Berkatalah
Hisyam, kami akan mendengar dan ta'at jika kami diperintah kembali oleh
seseorang dari bani Abdul Malik. Dia berkata : Dia akhirnya ditarik oleh
manusia sehingga terpelantinglah Ia ketanah. Mereka berkata ; kami akan
mendengar dan ta'at. Raja' berkata ; Berdirilah kamu wahai Umar, Umar bin Abdul
Azizi menjawab ; tidak . Ia berkata ; wahai Umar, berdirilah agar kamu dibai'at
oleh manusia, Umar menjawab ; Sesungguhnya
urusan ini Allah akan meminta pertanggung jawabannya. V/125.
Sufyan
ats-Tsaury berkata : Saya akan mendapatkan bahwa zuhud yang paling langka
adalah zuhud dalam hal kepemimpinan. Engkau bisa mendapatkan seseorang yang
zuhud dalam makanan, harta dan bajunya, tetapi ketika telah mendapatkan
kepemimpinan, ia akan mempertahankannya dengan seluruh tenaganya dan memusuhi/melampaui
batas. (VII/262)
e. Salaf dan rasa takut
mereka akan Ujub
Tabi’in :
Mutharrif
berkata ; Tidur semalaman (tidak bangun
malam) lalu pagi harinya menyesal lebih akau sukai daripada bangun malam
semalaman dan dipagi hari ada rasa ujub dalam diriku. [IV/190]
Dari Salam
berkata : Adalah Ayyub as-Sakhtiyany bangun pada seluruh malam. Beliau
menyembunyikannya. Menjelang subuh beliau mengeraskan suaranya seakan-akan
(hanya) bangun pada waktu itu. (VI/17)
Tabi’ut
Tabi’in :
Suatu hari
Fudhoil bin Iyadl dan Sufyan ats-Tsaury berkumpul, saling mengingatkan. Maka
Sufyan mulai menangis dan berkata : Aku berharap majlis ini membawa rahmad dan
berkah. Fudhoil menimpali : Akan tetapi wahai Abu Abdullah, aku takut justru
kalau hari ini adalah hari yang paling berbahaya bagi kita. Bukankah kamu telah
mengatakan hal-hal yang baik, dan begitu juga denganku. Aku takit,
jangan-jangan
kamu menghiasi
perkataan karena diriku dan begitu pula dengan aku. Maka Sufyan menangis (lagi)
dan berkata : Engkau telah mengingatkanku, semoga Allah menjagamu.(VIII/439)
Muhammad bin
Manshur : Kami berada di majlis Imam Bukhory. Tiba-tiba seorang membawa suatu
kotoran dari janggutnya, dan melemparkan ke lantai. Aku melihat Imam Bukhari
melihat kepadanya dan kepada manusia. Ketika manusia lupa dari hal itu, aku
melihat beliau mengambilnya dan menyembunyikan-nya dibalik lengan bajunya. Dan
ketika keluar dari masjid, aku lihat beliau melemparkan kotoran itu ketanah.
(Sifatus-Sofwah IV/148)
al-Husain
al-Marwazy : Berkata Ibnul Mubarak : Jadilah orang yang tidak dikenal, dan
tidak suka terkenal. (Syuhrah) Dan janganlah engkau tampakkan bahwa dirimu
tidak suka terkenal sehingga dirimu akan merasa tinggi. Karena pengakuan bahwa
engkau seorang yang zuhud telah mengeluarkanmu dari zuhud itu sendiri, karena
hal itu menyebabkan engkau mendapatkan pujian dan sanjungan (IV/124)
f. Salaf dan semangat mereka
dalam mengikuti al-Haq.
Sahabat :
Ibnu Umar
ditanya tentang haji tamattu’, Beliau membolehkan dan menganjurkannya. Si
penanya berkata : Apakah anda pantas menyelisihi bapak anda ? Lalu Ibnu Umar
menerangkan bahwa Umar pun ra tidak menolaknya. Ketika sang penanya
mengulang-ulangi pertanyaan tadi, Ibnu Umar berkata : Lalu, Kitabullah ataukah
Umar yang pantas untuk diikuti. (al-Baihaqi, al-Majmu’ VII/158)
Tabi’ut-Tabi’in
:
Seorang berkata
pada Imam Syafi’i, Anda memakai hadits ini Abu Abdullah ?, Maka Imam Syafi’i
menjawab : Kapan saja, aku meriwayatkan hadits shahih dari Rasulullah tetapi
aku tidak menjadikannya sebagai dalil, maka aku bersaksi kepadamu bahwa akalku
telah pergi.
g. Salaf dan semangat mereka
dalam menuntut ilmu.
Sahabat :
Dari Ibnu Abbas
ra : Ketika Rasulullah saw wafat, saya berkata pada seorang pemuda dari Anshar
: Marilah kita menuntut ilmu kepad para Sahabat Nabi saw, mumpung mereka masih
hdup. Ia berkata : Anda ini aneh, wahai Ibnu Abbas ! Apakah anda mengira
manusia akan membutuhkanmu sedangkan para Sahabat senior ada diantara mereka ?
Ia enggan untuk itu. Kemudian saya serius dan betanya dari para Sahabat Kadang
saya mendengar ada seorang sahabat yang memiliki seorang hadits, maka saya
datangi Ia. Pada wakti itu Ia tidur siang,
Saya tunggu didepan rumahnya hingga debu-debu mrngenai wajah ini. Ketika Ia
keluar Ia kaget dan berkata : Wahai anak paman Rasulullah saw, apakah keperluan
anda ? kenapa tidak engkau utus seseorang kepadaku agar aku mendatangi anda ?
Ibnu Abbas berkata : Tidak, saya yang lebih berhak untuk mendatangi anda, saya
mendengar bahwa anda mendengar sebuah hadits dari Rasulullah saw, dan saya ingin mendengarkan dari
anda. Pada suatu saat pemuda Anshar tadi
melihatku, sedang orang-orang berkumpul dan bertanya kepadaku. Saat itu para
Sahabat senior sudah pada wafat. Ia berkata ; Pemuda itu lebih pintar dariku.
(al-Hakim I/106. Ibnu Abdil Barr dalam Jami'u Bayanil Ilmi. I/85)
Tabi'in :
Sa'id bin
Musayyib berkata : Aku benar-benar
menempuh perjalanan berhari-hari dan bermalam-malam untuk mendapatkan
sebuah hadits.[IV/222]
Abul ‘Aliyah
berkata : Aku menempuh perjalanan berhari-hari kepada seseorang untuk belajar
darinya. Maka aku melihat shalatnya, Jika aku dapatkan bagus akau menetapinya.
Tetapi jika aku dapatkan ia menyia-nyiakannya, maka aku pergi lagi, dan tidak
jadi belajar darinya. Aku katakan terhadap selain shalat ia
lebihmenyia-nyiakan. (Siyar IV/209)
Abdurrahman bin
Ardak bercerita : Suatu ketika Ali bin Husain memasuki masjid. Ia meminta jalan
kepada mereka yang hadir sehingga ia duduk di halaqohnya Zaid bin Aslam.
Melihat hal itu Nafi’ bin Jubair berkata : Semoga Allah mengampuni anda.! Anda
adalah Sayyi dari sekalian manusia. Anda bersusah-susah untuk menghadiri majlis
hamba sahaya ! Maka Ali bin Husain berkata : Ilmu itu dibutuhkan, didatangi dan
dicari dimanapun ia berada. (IV/388)
Yahya bin Abi
Katsir berkata : Tidaklah ilmu itu akan didapatkan dengan istirahatnya badan.
(Sifat IV/70)
h. Salaf dan kehati-hatian
mereka dalam berfatwa
Sahabat :
Abu Darda’
berkata : perkataan “Aku tidak tahu” adalah separoh ilmu.
Tabi’in :
‘Asy’ats berkata
apbila Ibnu Sirin ditanya, tentang halal dan haram, maka wajahnya berubah
sehingga kamu akan mengatakan sepertinya ia bukanlah yang tadi. (IV/316)
Berkata Abdul
Aziz Ibnu Rafi’, telah ditanya Atha’ tentang sesuatu maka dikatakan kepadanya
saya tidak tahu, jawabnya. Apakah kamu atidak berkata dengan memakai pendapatmu
? Jawabnya, sesungguhnya aku sangat malu dihadapan Allah jika aku mendahulukan
pendapatku diatas bumi Allah ini. Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum
kamu binasa karena mereka berlebih-lebihan dalam mendahulukan suatu perkataan
tanpa kebenaran dari kitabullah atau mereka tidak memerintahkan perbuatan yang
makruf dan mencegah dari yang munkar, apakah kamu akan berbicara dalam hidupmu
yang mesti kamu jalankan ini tanpa dasar ilmu ? sedang kamu mengingkari tidak
ada Malaikat yang selalu mengawasi diri kamu untuk mencatan segala amal
perbuatan kamu dari berbagai arah. Sesungguhnya apa-apa yang kamu lafatkan dari
satu ucapan, kecuali semua itu ada malaikat raqib dan atid yang menulisnya.
Apakah kamu tidak takut salah satu dari kamu jika dibagikan kepada kalian
catatan amal yang keseluruhannya tidak tertulis kecuali yang ada didalamnya ?
Lalu bagaimana jika kamu tidak mendapatkan balasan di akhirat ? (V/84)
Berkata Abu
Hilal : Saya telah bertanya kepada Qotadah dalam satu masalah, dia menjawab :
Saya tidak tahu, katanya padanya. Katakan, Apa pendapatmu tentangnya, dia berkata ; Saya sejak 40 tahun
lamanya tidak mengatakan sesuatu dengan pendapatku. Berkata Abu Hilal, sedang
umurnya pada waktu itu 50 tahun. Imam adz-Dzahabi mengomentari : Peristiwa
diatas membuktikan bahwa dia tidak mengatakan/berfatwa pada satu masalah
melainkan dengan ilmu dan tidak berkata walaupun hanya sebatas pendapatnya
sendiri. (V/272-273)
Berkata Dawud
al-Audy, Asy-Sya’bi pernah berkata kepada saya,
tetaplah disini bersama saya, hingga engkau saya ajari suatu ilmu, dan
bahkan ia puncak segala ilmu. Saya berkata : Apa yang engkau berikan kepadaku
itu, ? Asy-Sya’by menjawab : Jika engkau ditanya tentang sesuatu yang engkau
tidak mengetahui jawabannya, katakanlah, Allahu A’lam. Sesungguhnya (jawaban)
itu ilmu yang baik. (Al-Bidayah IX/240)
Tabi’ut
Tabi’in :
Suhnun berkata :
Sebagian dari orang-orang yang telah berlalu, berkeinginan untuk mengutarakan
satu kalimat, andaikan mereka mengatakannya, tentu banyak orang yang mengambil
manfaatnya. Akan tetapi mereka tidak mengatakannya karena takut bergangga diri.
Dan apabila diam membuat mereka kagum, mereka berbicara. Suhnun melanjutkan dan
berkata : Orang yang paling berani berfatwa adalah yang paling sedikit ilmunya.
(XXII/66)
I. Salaf dan Amar Makruf
Nahi Munkar.
Sahabat :
Bahwasannya
Ubadah bin as-Shamith hidup bersama Muawiyah. Suatu hari dikumandangkan adzan,
berdirilah seorang khatib, lalu memuji-muji dan menyanjung-nyanjung Muawiyah.
Ubadah bin as-Shamith segera bangkit dengan tangan menggenggam pasir, lalu
dilempar kemulut sang khatib. Muawiyah marah, tetapi Ubadah berkata kepadanya :
Sesungguhnya anda tidak ikut bersama kami ketika Rasulullah membaiat kami -di
Aqobah- agar kami mendengar dan ta’at dalam keadaan senang, susah, malas ,
ataupun benci dan agar kami menegekkan kebenaran dimana saja kami berada, tetap
membela dijalan Allah, tidak takut terhadap celaan para pencela. Dan Rasulullah
saw bersabda : Bila kalian melihat penyanjung yang berlebihan, maka
lemparkanlah pasir ke mulut mereka. (II/7)
Diriwayatkan
(dalam satu riwayat oleh Ibnu Utsman an Nahdi) bahwa datang tukang sihir dari
negeri Babil, mendemontrasikan kebolehannya dihadapan orang banyak. Ia
mengikatkan tali dipelataran masjid, kemudian berjalanlah seekor gajah diatasnya.
Lalu ia perlihatkan seekor himar berjalan cepat menuju kearah mulut gajah,
masuklah himar tadi ke mulut gajah dan keluar lewat duburnya. Kemudian ia
memenggal leher seseorang hingga putus dan kepalanya menggelinding ke tanah.
Setelah itu ia berucap ; (Wahai kepala) bangunlah, serta merta menempellah
kepala tadi dan ia kembali hidup. Melihat kemungkaran tersebut Jundub bin Ka’ab
menghnus pedang, menghampiri kerumunan orang yang menyaksikan tukang sihir.
Segeralah ia mengayunkan pedang ketukang sihir hingga melukai kepalanya, seraya
beliau berseru ; Sembuhkan dirimu (namun ia tidak bisa) . (III/176-177,
Tahdlib. Ibnu Asyakir III/414)
j. Salaf dan Qiyamul-Lail
Sahabat :
Dari Nafi’, dari
Ibnu Umar, bahwasannya beliau menghidupkan malam-malamnya dengan qiyamul-lail.
(setelah lama) beliau bertanya kepadaku, wahai Nafi’ Apakah sudah tiba waktu
Sahur, Saya menjawab : Belum, Kemudian beliau melanjutkan shalat hingga saya
menjawab; Ya, sudah tiba waktu sahur. Kemudian beliau duduk, beristighfar dan
berdo’a hungga datang Subuh. (III/235)
Dari Ibnu Abi
Malikah berkata : Saya pernah menemui Ibnu Abbas dari Makkah ke Madinah, adalah
beliau jika (tiba malam hari) beristirahat dengan qiyamul lail, jika membaca
ayat
Dan datanglah
sakaratul maut yang sebenar-benarnya.Itulah yang kamu selalu lari dari padanya.
(QS. 50:19)
selalu
diulang-ulang hingga menangis sesenggukan. (III/342)
Tabi’in :
Adalah Shilah
bin Asy-Syam shalat malam hingga tidak dapat kembali ketempat tidurnya.
(III/497)
Adalah Zubaid
bin al-Haris membagi waktu malamnya dengan tiga bagian : Bagian pertama untuk
dirinya, bagian kedua untuk anaknya dan bagian ketiga untuk anaknya yang lain
(Abdurrahman). Pada waktu malam dia shalat. Setelah itu dia membangunkan
anaknya seraya berkata : Ayo sholat jangan malas, kemudian dia membangunkan
anak yang lainnya. Katanya, bangun jangan malas. Ayo Shalat, maka shalatlah
seluruh keluarganya diwaktu malam. (V/296)
Dari Malik bin
Anas berkata : Adalah Sufyan bin Sulaiman shalat pada musim dingin dan musim
panas diserambi rumahnya yang paling dalam. Beliau selalu bangun malam baik
cuaca panas ataupun dingin. Beliau shalat malam hingga waktu subuh.
Sampai-sampai jika kami melihat kedua kakinya, seperti tongkat yang kokoh
karena banyaknya sholat malam. (V/365)
Tabi’ut-Tabi’in
:
Dari ... Bahwa
Rabi’ah selalu Shalat semalam sentuk. Bila terbit fajar beliau tidur sebentar
sampai fajar menguning. Kudengar beliau berkata : Hai diri ! telah berapa lama
kamu tidur, dan sampai kapan kamu akan terjaga. Aku khawatir kalau kau tidur,
kau tidak terbangunkan. Tiba-tiba hari kiamat kau dibangunkan. (VIII/242)
Mufadhol
menjabat Qodli dikalangan kami, do’anya selalu terkabulkan, dan walaupun lemah
badannya, beliau selalu berdiri lama dalam shalatnya. (VIII/168)
k. Salaf dan al-Qur’an
al-Karim
Sahabat :
Dari Jundub bin
Ka’ab berkata : Kami anak-anak muda belia disisi Rasulullah saw. Kami belajar
Iman sebelum mempelajari al-Qur’an, kemudian kami baru belajar al-Qur’an.
Sehingga iman kami bertambah karena al-Qur’an. (Ahmad, Ibnu Majah, Thabrany,
Rijalnya Tsiqqoh III/175)
Ibnu Mas’ud
berkata : Kami belajar al-Qur’an dari Rasulullah saw sepuluh ayat, kami tidak
menambah sepuluh ayat sesudahnya sampai kami memahami apa-apa yang ada pada
sepuluh ayat pertama. Yaitu ilmu (I/490). Dalam riwayat lain ; Adalah seorang
diantara kami, jika belajar sepuluh ayat, tidak menambah ayat selanjutnya
sampai ia memahaminya dan beramal dengannya. (Tafsir Thobary I/35 dengan sanad
hasan)
Tabi’in :
Hasan al-Bashory
berkata : Wahai anak adam, Demi Allah jika kamu membaca al Qur’an lalu beriman
kepadanya, kesedihanmu didunia ini akan bertambah panjang, rasa takutmu (kepada
Allah) akan menghebat dan tangismu akan bertambah banyak (IV/575)
Abu ‘Aliyah
berkata : Kami dulu adalah budak, diantara kami ada yang melaksanakan tugas dan
ada juga yang membantu keluarganya. Kami terbiasa mengkhatamkan al-Qur’an
setiap malam. Kami merasa terbebani karenanya, sehingga kami saling mengadu.
Maka kami menemui para Sahabat. Mereka berpesan kepada kami agar
mengkhatamkannya setiap jum’at. Akhirnya kami bisa shalat, bisa tidur dan tidak
lagi merasa berat. (IV/209)
Tabi’ut
Tabi’in :
Telah memberi
khabar kepada kamia Muhammad ibnu Isma’il, telah menghabarkan kepada kami
Husain al-Karobisyi; Pada suatu hari saya telah bermalam dirumah Syafi’i. Pada
waktu dia shalat dipertiga malamnya. Maka ketika itu dia didalam shalat
malamnya membaca ayat dari al-Qur’an lebih dari lima-puluh ayat atau kurang
dari seratus ayat. jika ia melewati ayat yang berkenaan dengan ayat rahmat,
maka dia berhenti lalu meminta kepada Allah rahmat-Nya. Dan jika ia melewati
ayat tentang adzab, dia berhenti lalu berlindung dari adzab Allah. Seolah-olah
dia mengumpulkan dalam dirinya antara raja’ dan khouf. (X/35)
Beberapa sahabat
waki’ yang pernah bermulazamah dengannya mengatakan bahwa waki’ tidak tidur
sebelum menyelesaikan bacaan Qur’annya yang sepertiga Qur’an setiap malamnya. Waki’ bangun diakhir malam,
membaca surat-surat pendek lalu duduk dan beristighfar sampai terbit fajar.
(IX/148-149)
Salam al-Khowwas berkata :
Aku berkata pada diriku, Hai jiwaku,bacalah al-Qur’an. Seolah-olah kau
mendengarnya dari Allah ketika Dia berkalam dengannya, maka halawah membaca
akan datang. (VIII/176)
l. Salaf dan penjagaan
mereka akan lisan dan perkataan.
Tabi’in :
Ibnul Kiwa’
menemui ar-Rabi’ bin Khutsaim, bertanya : Tunjukkanlah kepadaku siapakah yang
lebih utama dari anda ? Ia menjawab, Ya, baiklah. Siapa saja yang ucapannya
adalah dzikir, diamnya adalah berfikir,dan perjalanannya adalah tadabbur, maka
ia lebih baik dariku. (IV/261)
Dari Muslim bin
Ziyad berkata : Adalah Abdullah bin bin Abi Zakariya hampir-hampir tidak
berbicara kecuali jika ia ditanya oleh seseorang dan dia seorang yang murah
senyum dari kebanyakan manusia pada zamannya. (V/287)
Berkata : Al
Auza’i ;Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat
kepada kami, dimana tidak seorangpun yang hafal kecuali aku dan Makhul,
bunyinya : Kemudian dari pada itu, sesungguhnya orang yang banyak mengingat
mati, maka dia akan ridha dengan kehidupannya didunia ini. Dan dia mengambinya
sekedarnya saja. Dan sebaik-baik orang adalah yang sedikit perkataannya tapi
amal perbuatannya melebihinya. Kecuali perkataan yang berguna bagi dirinya dan
kehidupan didalamnya. (V/133)
Al-Hasan bin
Shalih berkata : Saya meneliti sifat wara’, maka saya dapatkan bahwa wara’ yang
paling langka adalah wara’ dalam lisan (perkataan) (VII/368)
Fudhoil bin ‘Iyadl berkata :
Bukanlah haji, bukanlah jihad dan bukan pula ribath yang lebih berat untuk
menahannya akan tetapi adalah lesan yang ada pada setiap manusia. Kalaulah kamu
tahu betapa beratnya (susah) menahan lesan kamu, niscaya kamu pasti akan
memenjarakan lesan kamu. Sehingga kamu menjadi muslim yang baik. Dan tidaklah
salah seorang dari kamu menemui sesuatu yang lebih susah untuk menjaganya kecuali
lesan . (Hilyatul Auliya’ VIII/110)
Tabi’ut-Tabi’in
:
Imam al-Auza’i
berkata : Siapa yang banyak mengingat mati maka ia akan merasa kecukupan dengan
sedikit dunia (yang ia dapatkan). Dan barang siapa yang mengetahui bahwa
percakapannya adalahukuran dari kedalaman ilmunya, akan sedikit bicaranya.
(VII/117)
Sa’id bin Abdul
Aziz berkata : Tidak ada kebaikan dalam kehidupan kecualisalah satu dari dua
jenis manusia : pendiam yang menjaga lisannya atau yang suka berbicara dengan
kebajikan. (VIII/23)
Hatim al-Asham
berkata ; Seandainya seorang ahli hadits duduk didepanmu, untuk menulis
perkataanmu, pasti kamu sangat hati-hati (dalam berkata) darinya. Kenapa kamu
tidak berhati-hati sedang perkataanmu akan diperiksa Allah swt. (Sifat IV/141)
m. Salaf dan Waktu
Tabi’in :
Dari Sufyan
ast-Tsaury berkata : Adalah Amru bin Dinar membagi waktu malamnya dengan tiga
bagian. Sepertiga pertama untuk tidur, sepertiga kedua untuk belajar hadits,
dan sepertiga akhir untuk shalat malam. (V/304)
Tabi’ut-Tabi’in
:
Telam memberi
khabar kepada kami, ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya : Adalah Imam Syafi’i dalam
waktu malamnya membagi dalam tiga bagian. Sepertiga pertama untuk menulis,
sepertiga kedua untuk shalat dan sepertiga terakhir untuk tidur. (X/35)
Sa’id bin Abdul
Ghofar berkata kepada Muhammad bin Yusuf : Berilah aku nasehat ! Beliau berkata
: Jika engkau mempu menjadikan waktumu sebagai milikmu yang paling mahal, maka
lakukanlah ! (Sifat IV/77)
n. Salaf dan penjagaan
mereka terhadap shalat.
Sahabat :
Dari Amru bin
Dinar berkata : Adalah Ibnu Umar Shalat diatas batu, tiba-tiba ada sebuah
menjanikmusuh melesat mengenai baju beliau. Beliau tidak menoleh sedikitpun
walau lawan telah mengepung beliau (III/369)
Dari Amar bin
Qois dari ibunya bahwasanya beliau berkunjung kerumah Ibnu Zubair, Tatkala
beliau shalat, tiba-tiba ada seekor ular menjatuhi Hisyam anaknya. Ornag-orang
berteriak, Ada
Ular-ada ular. Lalu dibuanglah ular tadi, dan beliaupun tidak membatalkan
shalatnya. (III/370)
Berkata Adi bin
Hatim ra : Tidak ada iqomat shalat ditegakkan sejak keislaman saya, kecuali
saya telah berwudlu. (III/164)
Tabi’in :
Berkata Rabi’ah
bin Yazid ; Tidaklah seorang muadzin mengumandangkan adzan dzuhur sejak empat
puluh tahun, kecuali aku telah berada didalam masjid. kecuali bila aku sedang
sakit atau bepergian. (V/230)
Tabi’ut
Tabi’in :
Ahmad bin Sinan
berkata : Aku melihat, jika waki’ berdiri dalam shalat,tidaklah muncul satu
gerakan pada dirinya (selain gerakan sholat). (IX/157)
Amru bin ‘Aun
berkata : Aku tidak pernah sholat (bermakmum) dibelakang ibnu Abdillah, kecuali
kudengar tetesan air-matanya jatuh diatas tikar. (VIII/288)
o. Salaf dan Dzikrul Maut
Tabi’in :
Berkata Bilal
bin Sa’ad, Wahai sekalian hamba-hamba Allah yang bertaqwa, sesungguhnya kalian
tidak akan terhindar dari kehancuran dan sesungguhnya kalian akan bergilir
menemuhinya. Berpindah dari suatu ruangan yang satu keruangan yang lainnya
sebagaimana kalian dulu dari air mani berpindah menuju kedalam rahim. Dari
rahim menuju kedunia, dari dunia menuju ke alam kubur dari alam kubur menuju
kealam perhitungan (hisab) dan dari tempat itu menuju kealam yang kekal abadi,
apakah itu Jannah atau Neraka. (V/91)
Dari Maimun bin
Mihran, adalah Umar bin Abdul Aziz setiap malam mengumpulkan para fuqoha’,
mereka saling bermudzakarah tentang mati, hari kiamat, dan hari akhirat.
Sehingga mereka kemudian menangis. Dikatakan, Umar bin Abdul Aziz telah menulis
surat kepada
seseorang yang berbunyi ; Sesungguhnya jika kamu merasakan benar-benar untuk
mengingat mati baik diwaktu malam maupun siang, sungguhlah akan tunduk setiap
yang tidak berguna bagi kamu. (meninggalkannya) Dan kamu pasti akan mencintai
setiap yang bermanfaat bagi kamu. Wassalam. (V/134)
Dari Abi Qobil
bahwasanya Umar bin Abdul Aziz menangis, dan beliau masih muda belia. Tatkala
ibunya mendapatinya menangis, ia bertanya : Anakku, apa yang menyebabkan engkau
menangis, beliau menjawab : Saya ingat mati, Serta merta ibunya menangis juga.
(Al-Bidayah : IX/ ) Dan adalah beliau
jika ingat kematian, bergetarlah anggota badannya. Pernah ada seorang membaca
ayat (al-Furqon : 13) dihadapan beliau,
beliau menangus keras hingga berdiri dan beranjak kerumah beliau.
Tabi’ut
Tabi’in :
Abdullah bin
al-Mubarak berkata : Adalah Muhammad bin an-Nadlr bila mengingat akan maut,
seluruh persendiannya gemetar. (VIII/157)
p. Salaf dan keseimbangan
mereka antara tawa dan canda.
Shohabiyah :
Dari Ibrahim,
Saudah ummul mukminin berkata : Ya Rasulullah, pada malam tadi saya ikut shalat
dibelakangmu, akupun ikut ruku’. Tapi kututup hidungku, aku takut darah menetes
darinya (karena lamanya ruku’). Maka Rasulullah tertawa. Begitulah
kadang-kadang beliau (Saudah) sengaja membuat Rasulullah saw tertawa dengan
sesuatu. (II/268)
Tabi’in :
Qobisah berkata
: Sufyan ats-Tsaury adalah orang yang suka bercanda, maka saya berada
dibelakangnya karena takut terkena getahnya. (VII/275)
Berkata Muhammad
bin an-Nu’man bin Abdus-Salam : Belum pernah terlihat olehku Yahya bin Himad
dalam kesehariannya tertawa sekalipun. Adz-Dzahaby berkata : Beliau lebih banya
tersenyum karena tersenyum adalah lebih afdhal. (X/146)
q. Salaf dan fitnah
perempuan.
Tabi’in : :
Al-Ahnaf berkata : Jauhkanlah penyebutan wanita dan makanan dari majlis-majlis kita. Sesungguhnya aku adalah orang yang paling benci menjadi orang yang disifati untuk kemaluan dan perutnya.(IV/ )
Al-Ahnaf berkata : Jauhkanlah penyebutan wanita dan makanan dari majlis-majlis kita. Sesungguhnya aku adalah orang yang paling benci menjadi orang yang disifati untuk kemaluan dan perutnya.(IV/ )
Sa’id bin
Musayyib berkata : Tidaklah aku takutkan sesuatu akan diriku melebihi rasa
takutku kepada wanita. Orang-orang berkata, wahai Abu Muhammad, Sesungguhnya
orang sepertimu ini tidaklah menginginkan wanita dan tidak diinginkan oleh
wanita. Sa’id berkata : Inilah kenyataan yang aku sampaikan kepada kalian. Saat
itu Sa’id telah renta dan kabur penglihatannya. (IV/241)
r. Salaf dan rasa takut
mereka menjadi terkenal.
Tabi’in :
Sufyan
ats-Tsaury berkata, Hendaklah engkau menjauhi syuhrah (terkenal). Tidaklah aku
menemuhi seorang syaikh kecuali selalu melarangku darinya. (VII/260)
Ibrahim bin
Adham berkata : Seorang hamba belumlah bersikap sidiq terhadap Allah jika ia
menyukai syuhrah. (VII/393)
Tabi’ut
Tabi’in :
Ibnu Mubarak
bertanya kepada Ibnu Idris : Saya ingin pergi keperbatasan. (jihad), tunjukkan
kepadaku orang yang paling afdhal disana. Ia berkata : Hendaklah engkau menemui
Muhammad bin Yusuf al-Asbahany. Aku bertanya : Dimana tempat tinggalnya ? Ia
bertanya . Di Mashiroh dekat pantai. Maka Abdullah bin Mubarak pergi ke
Mashiroh dan bertanya tentang Muhammad bin Yusuf. Sedang manusia tidak ada yang
mengetahuinya. Ibnu Mubarak berkata : Kelebihan anda adalah anda tidak dikenal
orang. (Sifat IV/76-77)
Dari Muhammad bin al-Munkadir
berkata ; Aku memilih sebuah tiang khusus di masjid Rasulullah shallallah ‘alihi wa-sallam yang
biasanya aku duduk dan shalat malam di dekatnya. Ketika penduduk Madinah
dilanda kemarau panjang, mereka ramai-ramai melakukan Istisqo’, tetapi hujan
tak kunjung datang. Disuatu malam seusai menunaikan shalat Isya’ aku bersandar
pada tiang pilihanku, tiba-tiba datang seorang berkulit hitam menuju ke tempat
aku bersandar. Ia di sisi depan dan aku di sebaliknya. Dia shalat dua raka’at
lalu duduk dan berdo’a, “Duhai Rabbku, penduduk kota Nabi-Mu telah keluar untuk meminta hujan
tetapi Engkau belum mengabulkannya. Maka, aku bersumpah pada-Mu agar Engkau
menurunkannya.” Aku bergumam, “Orang gila.”
Tetapi belum sempat dia meletakkan
tangannya kudengar suara bergemuruh dan turunlah hujan yang membuatku ingin
pulang. Tatkala mendengar suara hujan orang itu memuji Allah ‘Azza wa-Jalla dengan pujian yang belum pernah
kudengar sama sekali. Lalu dia berdiri shalat. Menjelang Shubuh, barulah ia
sujud , lalu berwitir dan shalat fajar. Kemudian terdengar iqomah, maka ia pun
berdiri dan melaksanakan shalat bersama orang banyak. Demikian juga aku.
Setelah imam salam ia keluar dan aku ikuti. Sesampai di pintu masjid ia keluar
sambil mengangkat kainnya agar tidak basah. Aku mengikutinya, tetapi karena
aku sibuk dengan bajuku agar tidak basah
aku tidak tahu kemana ia pergi.
Di malam berikutnya kutunggu dia di
tiang yang sama. Dan ia pun datang, berdiri shalat sampai menjelang Shubuh.
Lalu sujud, melaksanakan shalat Witir, shalat fajar dan shalat Shubuh. Setelah
imam salam, ia keluar dan aku mengikutinya sampai ia memasuki sebuah rumah.
Lalu aku kembali ke Masjid. Ketika matahari sudah tinggi, aku melaksanakah
shalat (Dluha) lalu pergi menemui orang itu. Ternyata orang itu adalah tukang
sepatu. Tatkala melihatku ia mengenaliku dan berseru, “Wahai Abu Abdullah,
adakah yang bisa saya bantu?” Lalu aku duduk dan kukatakan, “Bukankah Anda yang
bersamaku kemarin malam?” Mendengar itu berubahlah rona wajahnya dan berkata dengan
suara yang keras, “Wahai Ibnu al-Munkadir, apa urusanmu!?” Dia marah dan aku pun ingin segera berlalu
darinya.
Di malam ketiga, setelah shalat
Isya’, kembali aku bersandar pada tiang khususku untuk menunggunya. Tetapi ia
tidak datang. Kukatakan pada diriku sendiri, “Inna lillah... Apa yang telah aku
perbuat?” Katika datang waktu Shubuh, aku duduk di masjid sampai matahari terbit. Kemudian aku keluar untuk
mendatangi rumahnya. Aku dapati pintu rumahnya terbuka dan tidak kudapatkan
seorang pun di dalamnya. Tetangga-tetangganya bertanya kepadaku, “Wahai Abu
Abdullah, apa yang terjadi antara tukang sepatu itu dan Anda?” Aku ganti bertanya, “Apa yang terjadi?”
Mereka menjawab, “Setelah kepergianmu kemarin, orang itu menghamparkan kainnya dan tidak meninggalkan
satu barang pun kecuali ia bungkus dengannya. Lalu ia keluar dan kami tidak
tahu ke mana ia pergi. Ibnu al-Munkadir berkata, ”Tidak aku tinggalkan sebuah
rumah pun di Madinah kecuali aku cari di sana
dan aku tidak menemukannya. Semoga Allah merahmatinya.” [1]Shifah, II/190-192
s. Salaf dan Jihad fie
Sabilillah
Sahabat :
Dari Ibnu Abdil
Barr, meriwayatkan dari Anas, Abu Tolhah ketika membaca ayat :
beliau berkata
pada putra-putranya, Kami dulu dipanggil Allah untuk berjihad baik dari kalangan tua atau yang muda. Karena itu siapkanlah
perbekalanku agar aku dapat berjihad. Putra-putranya berkata, wahai ayahku,
sebenarnya anda dahulu telah berjuang selama masa hidup Rasulullah saw dan
kedua Kholifahnya. Sedangkan kini anda telah lanjut usia. Karena itu biarkan
kami yang berjihad untuk menggantikan anda. Abu Tolhah berkata : Tidak, aku
harus berjihad untuk memenuhi panggilan Allah. Setelah itu beliau pergi
berjihad. Akhirnya beliau wafat diatas kapal. Dan akhirnya untuk menguburkan
jenazahnya menunggu sampai 7 hari untuk sampai tiba disatu pulau, namun
jasadnya tidak berubah. lalu dikubur disana.
(Al-Isti’ab I/550- Hayatus Sahabah Siyar II/34)
Ibnu Ishak
meriwayatkan dari Ibnu Yamin an-Nadlory ; dia bertemua dengan Aba Laila dan
Abdullah bin Mugoffal, keduanya sedang menangis. ketika ditanya apa yang
menyebabkan kalian menangis, jawab mereka, kami datang kepada Nabi untuk
membekali keberangkatan kami dalam berjihad bersama beliau. Beliau tidak punya
bekal dan kami juga tidak punya sesuatu yang kuat membawa kami untuk keluar
bersamanya. Kemudian ada seseorang yang memberikan kepada mereka tunggangan dan
korma sehingga mereka dapat berangkat bersama Nabi SAW. (Al Bidayah V/6)
Ibnu Abi Syaibah
meriwayatkan dari Sya’by, Pada perang Uhud seorang wanita memberi sebuah pedang
kepada putranya yang masih kecil. Sedang anak tersebut belum kuat mengangkat
pedang, karena itu Ibunya tersebut mengikat pedang tersebut pada lengan
anaknya. Setelah itu anak tersebut diserahkan kepada Nabi saw untuk ikut
berjihad bersama beliau. Nabi memerintahkan anak itu untuk memukulkan pedangnya
kesana-kemari. Nabi mengetahui bahwa anak kecil tersebut terluka. Beliau
bertanya, apakah kamu menyesal akan lukmu itu ? Anak kecil tersebut menjawab :
Tidak aku tidak menyesal. (Hayatus Sahabah
Kanzul Ummal V/277)
Ibnu Hibban
berkata : Ummu Imarah cedera dengan sebelas luka, tangannya terputus pada
peperangan Yamamah. Ketika kembali ke Madinah beliau masih dalam keadaan
terluka. Hubaib bin Zaid bin Asyim, anaknya terbunuh oleh sipembohong
Musailamah. Adapun anaknya yang lain Abdullah bin Zaid telah berhasil menebas
Musailamah dengan pedangnya. Beliau meninggal pada tragedi Hurrah, (II/283)
Ibnu Ummi Maktum
(Yang buta) ikut bwrjuhad dalam perang
Qodisiyah, ia berkata : Berikan bendera perang kepadaku, karena saya
seorang yang buta hingga tidak akan lari, dan tempatkanlah aku diantara dua
barisan perang. (I/364)
Ibnu Umar
berkata : Kami mendapatkan Ja’far bin Abi Thalib ra (setelah selesai) perang
Muktah terdapat lebih dari 90 tusukan (tombak,pedang) dan lemparan (panah).
Seluruh luka itu terdapat dibagian depan dari tubuhnya. (I/210, Bukhary 4261)
Tabi’in :
Bahwasannya
Silah bin Asyam berada dalam medan
perang bersama anaknya. Ia berkata pada anaknya : Wahai anakku, majulah,
perangilah lawan hingga saya
. Maka majulah ia, berperang dengan gigih hingga terbunuh. Kemudian
gantilah Shilah yang maju dan terbunuh juga.. Mengetahui hal itu berkumpullah
wanita mukminah menemui istri Shilah, Mu’adzah. Ia berujar : selamat datang
wahai para muslimah, jika kedatangan anda ini untuk mengucapkan selamat (atas
syahidnya anak dan suamiku) Namun jika kedatangan anda bukan untuk itu akan
lebih baik jika kalian pergi. (Rijalnya Tsiqoh 498, Ibnu Salad 7/137)
t. Salaf dan pergaulan.
Sahabat :
Bahwasannya Abu
Hurairah bila merasa terberatkan oleh seseorang, beliau berkata : Ya Allah,
maafkan dia dan legakanlah jiwa kami darinya. (II/6-7)
Tabi’in :
Al-Ahnaf
(Dhohhak) bin Qois berkata : Ada
tiga hal dalam diriku yang tidak aku sebutkan kecuali untuk orang yang mau
mengambil pelajaran. Aku tidak pernah mendatangi pintu sultan kecuali jika aku
dipanggil. Aku tidak pernah mencampuru urusan urusan dua orang, sehingga aku
disertakan. Dan aku tidak pernah menyebut seseorang setelah ia berlalu dariku
kecuali tentang kebaikan(nya). (IV/ )
Ali bin
al-Husain berkata : Aku benar-benar malu kepada Allah, bahwa aku melihat salah
seorang dari saudara-saudaraku. Lalu aku mintakan kepada Allah Jannah untuknya,
tetapi aku bakhil kepadanya dalam urusan dunia. Aku malu jika besok ditanya :
Kalau seandainya jannah itu ditanganmu, tentulah kamu akan sangat bakhil.
(IV/394)
Raja’ bin Haywah
berkata : Barang siapa tidak bersaudara kecuali dengan orang yang tidak
mempunyai aib, sedikitlah temannya. Barang siapa tidak ridha terhadap temannya,
kecuali dengan ikhlas padanya, berkepanjanganlah amarahnya. Barang siapa
mencela saudaranya atas segala kesalahan, akan banyak musuhnya.
Dari Utsman bin
Waqid berkata : Telah bertanya seseorang kepada Ibnul Munkadir, Apakah yang
lebih engkau cintai dari seluruh isi dunia ini ? Jawab beliau : Memuliakan
(mendahulukan) ikhwan sesama muslim. (V/356)
Tabi’it
Tabi’in :
Berkata al-Hasan
: Saya menemani Ibnul Mubarak dalam safar dari Khurasan sampai Baghdad. Dan saya tidak
pernah mendapatkannya makan sesuatu sendirian. (IV/122)
u. Salaf dan sikap mereka
terhadap penguasa (sulthan)
Tabi’in :
Atho’ bin Ribah
masuk ketempat Abdul Malik, sedang dikala itu dia sedang duduk diatas
permadani. Ketika itu dia berkunjung ke Makkah dalam rangka menziarahi kekasih
tuhannya. Maka tatkala Abdul Malik melihatnya, dia berdiri untuk menyambut
kedatangan beliau dengan mengucapkan salam kepada beliau lalu dia
mempersilahkan beliau untuk duduk bersama diatas permadani tersebut. Abdul
Malik berkata : Wahai Abu Muhammad, adakah keperluan anda kemari ? Jawab
beliau, Wahai amirul mukminin, Bertakwalah kamu dari masalah yang diharamkan
oleh RasulNya, karena itu berjanjilah kamu untuk mengembalikan citra baik
kekhalifahanmu. Bertakwalah kamu dari anak-anak keturunan sahabat Muhajirin dan
Anshar karena sesungguhnya kedudukan kamu sekarang ini, tidak lepas dari
perjuangan mereka. Bertakwalah kamu dari pemecah belah Islam ini, karena
sesungguhnya mereka menghinakan kaum muslimin dan menghalangi urusan-urusan
mereka. maka Ingatlah, bahwa kamu akan mempertanggung jawabkan semua ini
dihadapan Allah. Dan bertakwalah kamu atas beban yang kamu pikul itu dan
janganlah kamu lupa akan tanggung jawab yang kamu pegang serta janganlah engkau
abaikan rakyat hingga merana. Maka Abdul Malik berkata : Saya akan
melaksanakannya. Kemudian beliau duduk setelah itu dia berdiri dan memegang
beliau lalu berkata : Wahai Abu Muhammad ! Sesungguhnya kami hanya
melaksanakan, lalu apa yang paling baik atas keperluan kamu ? beliau berkata :
Sesungguhnya, saya ini hanyalah manusia yang diciptakan yang saling
membutuhkan, dan akan diminta pertanggung jawaban. Kemudian beliau keluar, maka
Abdul Malik berkata : Dia dan bapaknya adalah orang mulia dan terpuji.
(V/84-85)
Ketika khalifah
al-Mahdi sedang haji, ia masuk ke masjid Nabawy. Dan tidak seorangpun yang ada
di masjid kecuali berdiri Ibnu Abi Dzi’bin. Musayyib bin Zuhair berkata : Hai,
berdiri ! Ini Amirul Mukminin. Ibnu Abi Dzi’bin berkata : Manusia hanya pantas
berdiri kepada Rabb semesta Alam. Maka al-Mahdy berkata : Biarkan dia, karena
sesungguhnya telah berdiri seluruh bulu kudukku. (VII/143)
Sufyan
ats-Tsauri berkata : Saya dibawa masuk kepada khalifah al-Mahdy di Mina (waktu
haji), lalu saya mengucapkan salam kepadanya. Ia berkata : Wahai Sufyan, kami
telah lama mencarimu tapi tidak kami dapatkan. Al-hamdulillah engkau telah
hadir disini, katakan kepadaku apa hajat kamu. Aku menjawab : Dunia ini penuh
dengan kedholiman dan kesewenang-wenangan, maka hendaklah engkau takut kepada
Allah. Ia menundukkan kepalanya, dan berkata : Bagaimana pendapatmu jika aku
tidak mampu menyelesaikannya ? Tsaury berkata : Berikan urusan ini kepada
selainmu. Ia kembali menundukkan kepalanya dan berkata : Katanku kepadamu
hajatmu ! Aku berkata : Anak-anak para Muhajirin dan Anshar dan Tabi’in
berkumpul didepan pintu. Takutlah anda kepada Allah dan penuhilah hak-hak
mereka. Ia kembali menundukkan kepalanya dan berkata : Wahai, katakanlah
kepadaku apa hajatmu ! Aku menjawab : Apa yang mesti aku katakan ? Telah
menceritakan kepadaku Isma’il bin Abi Khalid, bahwa Umar bin Khattab pergi
berhaji, ketika pembantunya bertanya; Berapakah biayanya ? Beliau menjawab :
Tidak sampai 20 dinar. Sedangkan disini kudapatkan hal-hal yang sangat
(berlebihan) yang gunungpun tidak akan sanggup memikulnya. (VII/264-265)
Dalam satu
riwayat, al-Mahdy berkata :Apakah engkau menginginkan agar aku bersikap
sepertimu, Aku menjawab : Tidak, akan tetapi hendaklah lebih rendah dari
keadaan anda dan lebih tinggi dari keadaan saya. (VII/263)
Tabi’ut-Tabi’in
:
Berkata
as-Syuly, Tatkala kholifah al-Makmun berada di Khurasan, orang-orang berbaiat
kepada Ahmad bin Nasr al-Khoza’i dan Sahl bin Salamah untuk beramar makruf nahi
munkar. Namun tatkala al-Makmun kembali ke Khurasan, Sahl bin Salamah malah
berbaiat kepada al-Makmun. Adapun Ahmad bin Nasr dan orang-orang yang setia
kepada beliau tetap konsisten beramar ma’ruf nahi munkar, hingga akhir dari
masa khalifah al-Watsiq. Hingga suatu saat terdengarlah aktifitas mereka ke telinga
Ishak bin Ibrahim, kaki tangan al-Watsiq. Lalu, Ahmad bin Nasr bersama
jama’ahnya dihadapkan ke Al-Watsiq. Duduklah al-Watsiq dihadapan Ahmad bin Nasr
dan jama’ahnya, ia berkata : Hai Ahmad, Apa yang kau katakan tentang
al-Qur’an,? beliau menjawab : Al-Qur’an adalah kalamullah. al-Watsiq kembali
berkata, Apakah al-Qur’an itu makhluk ?, Tidak, ia kalamullah, jawab Ahmad bin
Nasr tegas. Apakah kamu juga berpendapat bahwa Allah swt dapat dilihat di hari
Kiamat. Ya, sebagaimana terdapat dalam banyak riwayat. Celaka kamu, apakah kamu
kira bahwa Allah itu bisa dilihat sebagaimana bisa dilihatnya sesuatu yang
terbatas dan tergambar, menempati ruang dan terlihat jelas ? Saya mengingkari
pendapatmu, jawab al-Watsiq geram, Lalu ia berkata pada orang-orangnya, Menurut
kalian hukuman apa yang pantas untuknya ?. Berkata seorang qodli yang berada
disisi barat, Darahnya halal! jawanya, dan hal itu disetujui para fuqoha’
al-Watsiq. Akan tetapi Ahmad bin Abi Duwad menyatakan keberatannya, ia berkata
: Dia orang tua yang sombong dan gila, lebih baik diakhirkan saja. Al Watsiq
berkata : Saya tidak melihat kecuali harus ditegakkan hukuman baginya, karena
kekafirannya tan i’tiqodnya yang menyimpang, serta karena ia telah memprovokasi
banyak orang. Rencanaku sudah matang untuk menghukum seorang ‘kafir’ ini.
Kemudian al-Watsiq berdiri, lalu memenggal kepala Ahmad bin Nasr, setelah para
pembantunya menarik kepala beliau dan mengikatnya dengan tali. Setelah
kesahidan beliau, orang-orang yang setia kepada al-Haq dipenjarakan al-Watsiq.
Berkata Ja’far bin Muhammad as-Shoigh : Saya menyaksikan syahidnya Ahmad bin
Nasr dan saya melihat kepala beliau mengucapkan : Laailahaillallah. Setelah
itu kepala beliau rahimahullah, digantingkan disisi timur (istana al-Watsiq),
dan ditempel ditelinganya secarik kertas berbunyi : Ini adalah kepada Ahmad bin
Nasr. Ia telah diajak khalifah untuk mengakui bahwa al-Qur’an adalah makhluk
dan menafikan pen-tasybihan Allah (maksudnya, I’tiqod mereka bahwa Allah tidak
bisa di lihat di akhirat), namun ia malah menolak dan menentang. Semoga Allah
mencampakkannya di-nerakaNya !! (XI/167-168)
v. Salaf dan sikap mereka
terhadap Ulama’:
Sahabat :
Ibnu Mas’ud ra
melihat seseorang yang isbal (memanjangkan kain dibawah mata kaki), beliau
berkata : Angkatlah kainmu, ! Orang tadi berkata : Engkau juga wahai Ibnu
Mas’ud. Beliau menjawab : Betisku kecil, sedangkan aku mengimami shalat. Ketika
berita itu sampai kepada kholifah Umar ra beliau memukul orang tadi dan berkata
: Apakah engkau akan membantah (ngeyel) terhadap Ibnu Mas’ud ? (I/492-Perowinya
Tsiqqoh)
w. Salaf dan Iffah/Izzah
Sahabat :
Dari Nafi’
bahwasannya al Mukhtar bin Abi Ubaid memberi Ibnu Umar uang, beliau terima dan
berkata : Sungguh saya tidak mau meminta sesuatu kepada seseorang, akan tetapi
saya tidak akan menolak rizki yang Allah berikan kepadaku. (Rijalnya shahih
III/220, Ibnu Sa’ad IV/150)
Dari Ibnu
al-Aliyah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Siapakah diantara kalian yang
mau menjamin untuk saya yaitu agar ia tidak meminta sesuatu dari orang lain.
Dan (sebagai balasan) saya akan menjaminnya dengan jannah. ? Serta-merta
berkatalah Tsauban maula Rasulullah saw; Saya ya Rasulullah. Dan adalah beliau tidak pernah
meminta-sesuatu kepada orang lain setelah itu. (Abu Dawud, Ibnu Majah.
Al-Mundziri berkata : Isnadnya sahih. III/18).
Tabi’in :
Sufyan
ats-Tsaury berkata : Saya lebih suka memiliki uang 10.000 dirham lalu Allah
akan menanyaiku tentangnya (pada hari kiamat), dari pada (saya tidak memiliki
sesuatu kemudian) meminta-minta pada manusia. (VI/241).
x. Sikap Salaf terhadap
orang yang salah.
Sahabat :
Dari Sa’id bin
Al Musayyib, Bahwasannya telah terjadi perselisihan antara Thalhah ra dan Ibnu
Auf ra. Kemudian Thalhah ra sakit dan Abdurrhman menjenguknya. Thalhak berkata
: Demi Allah ya akhi, Engkau lebih baik dari padaku. Abdurrahman menjawab :
Janganlah engkau ucapkan hal itu akhi, ! Talhah berkata : Tidak, demi Allah
karena jika engkau sakit, saya (berniat) tidak akan menjengukmu. (I/89-90)
Tabi’in
Abdurrazaq
berkata : Adalah hamba sahaya perempuan Ali bin al-Husain (Ali Zainal Abidin)
menuangkan air wudlu kepada beliau, tiba-tiba jatuhlah ceret tempat air dari
tangannya dan menjatuhi wajah Ali bin al-Husain hingga terluka. Lalu ia menatap
hamba sahayanya. mersa bersalah ia lantas berkata : Sesungguhnya Allah
berfirman : والكاذمين الغيظ (Dan orang yang menahan amarahnya). Ali
menjawab : Aku telah menahan amarahku. Hamba sahaya berkata lagi : والعافين عن الناس (Dan
orang-orang yang memberikan maafnya), Ali menimpali ; Allah telah memaafkan
kamu. Ia berkata lagi : والله يحب المحسنين ( Dan Allah mencintai
orang-orang yang berbuat kebajikan. Ali membalas : Engkau telah kubebaskan
karena Allah swt. (Al-Bidayah IX/112)
y. Salaf dan sikap mereka
dalam ikhtilaf.
Tabi’in :
Al-A’masy
berkata : Aku telah bertemu dengan syaikh-syaikh kita ; Zirr dan Abu Wa’i.
Diantara mereka ada yang lebih cinta kepada Utsman daripada kepada Ali RA dan sebaliknya. Akan tetapi mereka saling
cinta dan mengasihi. (IV/169)
Ashim berkata :
Abu Wa’il adalah seorang yang condong kepada Utsman, sedangkan Zirr bin Hubaisy
adalah seorang yang condong kepada Ali Ra. Aku tidak pernah mendapati salah
seorang dari keduanya membicarakan kejelekan yang lain sama sekali, sampai
keduanya wafat. Adalah Zirr lebih tua dari pada Abu Wa’il. Apabila keduanya
berada dalam satu majlis, Abu Wa’il selalu diam,-beradap kepada Zirr karena
umurnya (IV/168)
Tabi’ut Tabi’in :
Malik berkata : al-Mahdy berkata kepadaku : Wahai Abu Abdillah,
tetapkanlah sebuah kitab yang nanti kuperintahkan seluruh rakyat untuk
melaksanakan ketentuan kitab itu saja Beliau berkata : Hai Amirul Mukminin,
jangan anda lakukan itu ! Sesungguhnya manusia sudah memegang dengan
macam-macam pendapat. Mereka mendengar hadits yang bermacam-macam dan
meriwayatkan dengan riwayat-riwayat yang berbeda. Lalu seiap kaum akan memegang
dengan yang telah sampai kepada mereka. Mereka memilih dan memegang pendapat
tersebut dari ikhtilaf yang terjadi dikalangan sahabat, dan dikalangan lain
(setelah mereka). Sungguh sangat sukar untuk mengubah sesuatu yang sudah mereka
yakini. Biarkanlah penduduk sebuah negeri dengan pendapat yang mereka pilih.
Beliau berkata ; Demi umurku, kalau seandainya nada setuju dengan rencanaku
tadi, aku pasti akan melakukannya. (VIII/72)
Seorang ahli Ibadah Abdullah al-Umary menulis surat kepada Malik, beliau mendorong Imam
Malik untuk ‘Uzlah dan beramal (ibadah). Maka malik menulis surat balasan kepadanya : Sesungguhnya Allah
telah membagi-bagi amal sebagaimana Dia
membagi-bagi rizki. Betapa banyak orang yang telah Allah bukakan baginya pintu
amal didalam shalat, tanpa Allah bukakan didalam shaum. Ada yang Allah bukakan baginya pintu amal
didalam shodaqoh, tanpa Allah bukakan didalam shaum. Dan ada juga yang Allah
bukakan didalam jihad. Sedangkan menyebarkan ilmu termasuk amalan-amalan yang
afdhal, dan aku telah ridha untuk dibukakan didalamnya. Akupun tidak menganggap
telah dibukakan kepadaku lebih rendah dibanding yang dibukakan kepada anda. Aku
berharap kita berada didalam kebaikan masing-masing. (VIII/102)
z. Salaf dan
sikap mereka terhadap Amir
Sahabat :
Dari Ibnu Buraidah, berkata Umar bin Khottob kepada Abu Bakar ra.
(dalam peperangan dzatus Salasil yang dipimpin Amru bin Ash) Amru bin Ash telah
melarang anak buahnya agar tidak menyalakan api, padahal mereka kedinginan.
Apakah anda tidak melihat bahwa larangan dia itu dapat membahayakan anak
buahnya ? Abu Bakar menjawab : Biarkanlah dia, bukankah dia diangkat oleh
Rasulullah saw untuk membawahi kita karena kehebatan ilmu perangnya ?
(III/67-Ibnu Asakir 13/254)
Abu Dzar dan Utsman berdialog, suara mereka sampai mengeras. lalu
Abu Dzar beranjak pergi dengan berseri-seri. Orang-orang heran, dan bertanya
kepadanya : Apa yang terjadi antara anda dan amirul Mukminin ? Beliau menjawab : Saya siap mendengar dan tha’at,
walaupun Amirul Mukminin memutuskan agar saya pergi ke Shan’a, atau ‘adn... (II/71)
aa. Salaf dan
Pertimbangan mereka terhadap kondisi (Waqi’)
Sahabat :
Ibnu Mas’ud berkata : Tidaklah seseorang berbicara kepada sebuah
kaum dengan sesuatu yang tidak terjangkau pengetahuan mereka, kecuali akan
menjadi fitnah bagi sebagian mereka. (Al-Fath I/199)
Utsman ra berkata kepada Abu Dzar : Aku lebih tenang untuk
menjadikanmu berada bersama teman-temanmu. Aku khawatir bila kamu bersama
orang-orang bodoh. (II/69)
Dari Qoisy berkata, Rasulullah saw mengangkat Amru bin Ash sebagai
pimpinan pasukan Dzatu Tsalatsil. Tatkala pasukan diterpa cuaca dingin yang
sangat, Amru bin Ash malah berkata : Jangan ada yang menghidupkan api
penghangat. Tatkala pasukan sudah kembali ke Madinah, mereka mengadukan perihal
tersebut kepada Rasulullah saw. (setelah ditanya Rasululullah saw) Amru bin Ash
pun menjelaskan, Wahai Nabi Allah, karena kekuatan kita yang sdikit, saya takut
musuh melihat (jumlah dan tempat) kita disebabkan karena adanya api yang
menyala (makanya saya melarang mereka menyalakan api). Dan saya juga melarang
mereka menguntit musuh, karena saya takut kalau-kalau ada penyergapan rahasia
dari mereka. Mendengar jawaban Amru Rasulu pun salut atas kecerdikannya
(XIII/254)
Tabi’in :
Muhammad bin Sirin berkata : Telah berlalu suatu masa, Isnad hadits
tidak pernah dipermasalahkan. Maka ketika terjadi fitnah, ditanyakanlah tentang
isnad hadits. Dilihat, jika dalam isnad itu ada ahlul bid’ahnya, maka hadits
itu di tinggal (IV/613)
Tabi’ut Tabi’in :
Bila Imam Muslim bermajlis dengan Imam Ahmad bin Hanbal, beliau
hanya mendirikan shalat fardlu ‘ain saja, meninggalkan shalat-shalat sunnah
agar waktu cukup untuk bermudzakarah dengan muslim (Al-Bidayah VIII/40)
al-Hakim, saya telah mendengar Abal Hasan al-Karizy, saya telah
mendengar Ubaid berkata : Orang-orang yang mengikuti sunnah pada waktu sekarang
ini seperti dia memegang bara api, adalah lebih afdhal dari pada berjihad
dengan pedangnya di jalan Allah. (X/499)
-Wallahu A’lam bish-showab-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar