Menjadi juara berarti kiat siap beraksi, tak ada kata
untuk berdiam diri hanya memandang hasil karya orang lain. Terlebih hanya
menikmatinya, sungguh itu bukanlah jiwa seorang juara. Kau tahu, apa sikap
menajadi seorang juara? Menjadi juara bukanlah hanya memandang keberhasilan
seseorang dengan apa-apa yang tampak diluarnya, namun ia memandang jauh kebelakang ada proses luar biasa yang harus ia perjuangkan dan
hadapi. Ibarat kerang membuat mutiara, betapa perihnya ia harus menempa setiap
air liurnya dengan butiran-butiran kasar yang harus ia proses agar menjadi
mutiara yang bernilai tinggi, mutiara yang setiap orang mencarinya.
Menjadi juara buakanlah hal yang instant, karena semua
hal yang instant tidak menjamin menjadikan kita sebagai juara. Sebab, jiwa juara adalah hasil didikan dari
pahitnya sebuah proses. Siapa saja yang tidak mau menikmati proses, maka jangan
berharap untuk menjadi seorang juara.
Seorang juara tak pernah diam? Lalu apa maksudnya? Ya,
bukankah air yang bagus adalah air yang senantiasa mengalir? Air yang tangguh
menjalani terpaan-terpaan di setiap jalannya? Itulah juara, ia tidak akan
pernah bisa tinggal diam. Ia perlu menjelajahi bumi Allah yang lain untuk terus
belajar dan belajar. Bukankah para ulama’ terdahulu hidupnya hanya bermusafir
dari suatu negri ke negri lainnya? Itulah jiwa-jiwa para juara, ia kan gigh
mencari hal-hal yang akan menjadikan kehidupan ini menjadi lebih baik, hal-hal
yang akan membuat generasi kedepannya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
Seorang juara yang hidupnya penuh mengabdi kepada Allah
untuk menebarkan kemanfaatan kepada seluruh manusia. bukankah sebaik-baik
diantara kita adalah orang yang paling bermanfaat kepada sesamanya? Itulah mengapa,
THE WINNER NEVER QUIET. (Hasna Amatillah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar