Di suatu malam, tepatnya malam kamis tanggal 27 Oktober 2016 ustadz mengqodho (mengganti) jam
pelajaran beliau yang sempat tertunda di kelas kami.. waktu itu materi Aqidah. Suasana malam itu... entah terlihat sedikit berbeda... seperti ada nuansa baru dalam belajar kali
ini...
Ustadz mengajari kami dengan jiwa yang menggelora dan penuh semangat... seperti
ceramah para pejuang ketika mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia (ah...
menurutku itu terlalu berlebihan..) lebih tepatnya seperti semangat mujahid di
kancah jihad.... beliau menjelaskan dengan begitu detail.. saat membacanyapun
tak ada satu harokat akhir yang terlewat.. seluruh kaidah nahwu di kupas tuntas
hingga akar-akarnya.. menterjemahkan dengan benar dan tepat.. sehingga tidak
ada lagi keraguan dalam hati murid-muridnya dalam memahami aqidah ahlu sunnah wal
Jama’ah..... aku termenung dalam hati... begitu banyaknya ilmu yang beliau
kuasai.. tak terbayangkan berapa banyak buku yang telah beliau lahap dan
pelajari.. (uuups.... koq pembahasannya ke situ...) ini hanyalah sebuah prolog
dalam cerita ketika ustadz menjelaskan
tentang belajar dari pohon pisang....
Kita sendiri pasti telah mengenal pohon pisang... bagaimana bentuknya,
ukurannya, hingga jenis warna dan daunnya..... bahkan kita pernah memakan
buahnya.. sungguh.... kita tidak pernah
berfikir bagaimana pohon pisang tumbuh, berkembang, dan apa saja unsur-unsur
yang ada di dalam batangnya yang tak bertulang...
bahkan.. ketika memakan buahnya pun
kita tidak pernah berfikir bagaimana buah tersebut dihasilkan... memakannya
dengan mengucapkan bismillahpun sudah dapat nilai plus.. apalagi ketika
memakannya diiringi dengan penghayatan dan perenungan sang Pencipta pisang
itu...
Mari kita lihat.... bagaimana sebatang pisang yang tumbuh.. kemudian
bertunas dan bertunas sehingga disekelilingnya dipenuhi dengan tunas tunas kecil...
akankah tunas-tunas kecil tersebut dapat tumbuh berkembang dan berbuah? Sungguh..
dia akan lambat berbuah jika kita biarkan begitusaja tanpa memindahkannya....
Ya.. karena tunas-tunas kecil yang kita pindahkan kelak akan tumbuh
membesar dan berbuah serta melahirkan tunas-tunas kecil lainnya...
Begitu juga dengan manusia... jika manusia dibiarkan dalam ketiak kedua
orang tuanya ia tidak akan bisa tumbuh mandiri... semuanya menjadi ketergantungan
kepada keduanya.... ia tidak tangguh dalam menghadapi tantangan hidup....
Untuk itu.. merantaulah.... (bukan berarti menjauhi orang tua) karena para
ulama’ terdahulu sering merantau dari suatu negeri ke negeri yang lain...
Merantaulah... sebab engkau akan tahu bagaimana lelahnya bersafar...
Merantaulah..... ambil hikmah disetiap episode perjalananmu....
Kemudian... merantaulah... dan tumbuhkanlah tunas-tunas baru disetiap jejak
langkahmu.....