Abu
Hatim berkata: “ aku suka mengamati manusia, ternyata mereka mempunyai hal-hal
yang sangat dicintai; kekayaan, integritas, keluarga, para pengikut setianya.
Ternyata itu semua tidak akan mereka bawa kelak ketika ke alam kubur. Maka aku
jadikan sesuatu yang paling aku cintai adalah kebaikan, sebab kebaikan akan
menemaniku di alam kubur kelak”. (Ibnu Qudamah, Minhajul Qashidin, hlm.
21)
Luar biasa, sebuah renungan yang
begitu menggetarkan dan menyadarkan jiwa untuk kembali kepada apa-apa yang
menjadikan sesuatu yang kita cintai kekal. Maka, tidak mengherankan jika para
sahabat terdahulu, apabila mencintai sesuatu yang dimiliki-Nya, beliau serahkan
kepada Allah, sebaik-baik penjaga. Karena seluruh apa yang kita miliki akan
binasa kecuali apa-apa yang berada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Matematika Allah tidak akan pernah tercapai
oleh akal manusia, sebab matematika Allah bukan akal sebagai tolak ukur, namun
seberapa ikhlas kita melakukannya. Ketika kita bershodaqah, bukan seberapa
besar nilai yang kita keluarkan, namun seberapa besar nilai keikhlasan yang ada
dalam hati kita. sekali-kali jangan pernah beranggapan bahwa harta itulah yang
menghantarkan kita ke Syurga-Nya, namun keikhlasanlah yang akan menilai
pantaskah diri kita untuk masuk ke dalam Syurga-Nya.
Saudaraku... jadikanlah kebaikan-kebaikan
sebagai sesuatu yang sangat kita cintai, jagalah ia selalu dimanapun kita
berada, jagalah nilai-nilai yang ada di dalamnya, jangan sampai
kebaikan-kebaikan yang telah kita lakukan dengan sungguh-sungguh justru tidak
bernilai apa-apa di sisi Allah. Ingatlah.. Hati adalah tempat yang paling di
lihat Allah! Maka perhatikanlah hati tatkala kita melakukan kebaikan, jangan
sampai amalan kita dirusak oleh apa-apa yang berada dalam hati kita.
Cintailah kebaikan! Sebab kebaikanlah
yang akan menemani kita kelak di Alam kubur. Semua yang kita cintai di dunia
ini akan kita tinggalkan ketika kita mati. Bukankah ketika mati seseorang
dikatakan telah “meninggal dunia”? ya, saat itu juga ia terputus oleh
segala kenikmatan dunianya yang sebelumnya pernah ia rasakan dan nikmati.
Saatnya ia mempertanggung jawabkan semua kenikmatan yang telah ia peroleh,
apakah untuk keta’atan kepada Allah ataukah justru menambah kemaksiatan? Jika
demikian adanya... maka segera koreksi kembali hati kita...
Lalu, bagaimana agar kita selalu
mencintai kebaikan dan kebaikan itu tetap terjaga? Ya, caranya adalah ketika
ada kebaikan kita segera malaksanakannya dan rahasiakan kebaikan-kebaikan yang
kita lakukan agar lebih terjaga nilainya di sisi Allah. Jangan pernah
menunda-nunda untuk berbuat baik, apalagi menganggap remeh suatu kebaikan.
Tentunya Standart kebaikan disini adalah di mata Allah dan Rosul-Nya kemudian
baru di mata manusia. Tetap Istiqomah dalam mencintai dan menjalankan kebaikan ikhwah
fillah!